Jumat, 30 November 2012

Contoh Pidato Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar (Bagian 2)





Om Swastyastu,
Yang terhormat Bapak / Ibu dewan juri,
Yang saya hormati pula seluruh staff guru dan pegawai SMA Negeri 1 Rendang
Rekan – rekan  siswa dan siswi, SMA Negeri 1 Rendang
Seluruh Putera dan Puteri Indonesia harapan bangsa....

Salam sejahtera saya sampaikan kepada para hadirin yang saya cintai tanpa terkecuali. Semoga kita selalu berada di bawah berkat dan lindungan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Pengasih.
Hadirin sekalian,
Pada Kongres Pemuda II 1928, diikrarkan bahasa persatuan Indonesia dalam Sumpah  Pemuda. James Sneddon, penulis The Indonesia Language: Its History and Role in Modern Society terbitan UNSW Press, Australia mencatat pula kalau butir-butir Sumpah
Pemuda tersebut merupakan bahasa Melayu Tinggi. Sneddon menganalisis dari penggunakan kata ‘kami’, ‘putera’, ‘puteri’, serta prefiks atau awalan men-. Kemudian, pada tanggal 20 Oktober 1942, didirikan Komisi Bahasa Indonesia yang bertugas menyusun tata bahasa normatif, menentukan kata-kata umum dan istilah modern.
Penempatan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dalam Undang-undang Dasar Negara Kesatuan RI 1945 telah menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu dan bahasa media massa, termasuk bahasa pengantar dalam pelaksanaan pendidikan anak bangsa di sekolah-sekolah dan universitas-universitas di seluruh Indonesia. Bahasa Indonesia juga bahasa yang resmi digunakan oleh pemerintah daerah seluruh Indonesia. Hasilnya, dari Sabang sampai Merauke seluruh rakyat Indonesia bisa berbahasa Indonesia.
Bagi generasi sekarang, persatuan yang diperjuangkan oleh pimpinan terdahulu mungkin tidak akan terlalu terasa magisnya. Kesaktian Sumpah Pemuda bisa jadi cukup sulit untuk dipahami karena Indonesia sudah bersatu dan bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa persatuan ketika mereka lahir. Kalau Anda menjadi diplomat di luar negeri atau tinggal di luar negeri mungkin baru akan terasa bahwa bahasa Indonesia mampu menghadirkan rasa persatuan di kalangan warga negara Indonesia.
Mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa salah satu faktor pemelihara persatuan bangsa adalah bahasa. Tanpa kita sadari kita telah tumbuh menjadi bangsa yang menghargai persatuan. Toleransi kita terhadap perbedaan suku, ras, agama dan bahasa daerah sangat tinggi. Tidak ada bangsa Jawa, bangsa Papua atau bangsa Bali. Yang ada satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa, Indonesia.
Saudara – saudara,
Tahukah Anda, bahwa bahasa persatuan Indonesia yang kita anggap biasa-biasa saja ini diidamkan oleh negara tetangga? Ijinkanlah pada kesempatan ini saya mengutip pernyataan pemuda Malaysia yang saya ambil dari  www.malaysia.youthsays.com, sebuah wadah tempat generasi muda Malaysia bertukar pikiran, pendapat dan melontarkan pertanyaan,
Kenapa rakyat Malaysia tak suka berbahasa Melayu? Kita lihat ramai rakyat Malaysia yang tak suka berbahasa Melayu/Malaysia. Malahan laman web untuk generasi muda Malaysia sendiri tidak menggunakan bahasa kebangsaan atau sekurang-kurangnya dwibahasa. Sedangkan rakyat Indonesia yang berbilang bangsa membawa bahasa mereka ke serata dunia. Sila beri pendapat anda.
Bagaimana keadaannya di Indonesia, saudara - saudara? Ternyata meski digunakan setiap hari, masih banyak masyarakat yang tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Mata pelajaran bahasa Indonesia sangat kurang diminati para siswa. Hasil Ujian Nasional selalu menunjukkan banyaknya siswa yang memiliki nilai ujian bahasa Inggris yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ujian bahasa Indonesia. Diantara 6 mata pelajaran yang diujikan, Bahasa Indonesia menempati peringkat tersusah untuk dipelajari.
Banyak guru menyayangkan bahwa selama ini pendidikan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah hanya menjadi semacam syarat. Murid tidak memahami secara mendalam tentang tata cara dalam berbahasa yang sesungguhnya. Padahal bahasa akan terbina dengan baik apabila sejak dini anak-anak dilatih dan dibina secara serius. Idealnya para siswa harus dibiasakan membaca koran, karya-karya sastra, menulis esei dan menganalisa tulisan serta menonton siaran berita televisi... bukannya membaca novel – novel picisan, menulis tanpa arah, dan menonton sinetron – sinetron bermutu rendahan.
Namun hal ini juga belum tentu menyelesaikan persoalan. Karena saat ini tidak semua media memiliki acuan dalam pembakuan kosa kata dan istilah sehingga terjadi ketidakseragaman istilah yang pada gilirannya merusak bahasa Indonesia dan membingungkan penuturnya. Kita, misalnya, lebih senang menggunakan kata download dan upload, sementara sebenarnya kita memiliki istilah unggah dan unduh sebagai padanan kata – kata itu. Begitu juga kata ‘tenggat’ atau ‘batas akhir’ untuk menggantikan kata  deadline
Pemerintah Daerah pun umumnya kurang perduli terhadap penggunaan bahasa Indonesia. Ketidaktertiban dalam berbahasa banyak sekali ditemukan di ruang publik. Ketika presiden Amerika Barack Obama mengunjungi Departemen Luar Negeri AS pada hari kedua pelantikannya dan menyapa seorang karyawannya dalam bahasa Indonesia, peristiwa itu diberitakan ramai – ramai di Indonesia. Seluruh bangsa Indonesia merasa bangga bahwa seorang presiden Amerika bisa berbicara dalam bahasa Indonesia. Walaupun yang diucapkannya hanya “Terima kasih. Apa kabar?”.
Ketika Pemerintah Daerah Ho Chi Minh City, Vietnam, mengumumkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua secara resmi pada bulan Desember 2007, kita semua menyambut gembira berita itu karena merasa disejajarkan dengan Bahasa Inggris, Prancis dan Jepang. BAHASA KITA DIJADIKAN BAHASA RESMI NEGARA LAIN, SAUDARA – SAUDARA!!! TIDAKKAH ANDA MALU BERSIKAP TIDAK AMBIL PUSING DENGAN BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR?
Kita selalu merasa bangga dan senang bukan kepalang kalau orang asing mampu berbicara dan menganggap penting bahasa Indonesia. Sebaliknya kita tidak merasa terganggu ketika sebagian dari kita tidak mahir berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, hadirin sekalian, ijinkanlah saya dengan kerendahan hati mengingatkan kembali betapa pentingnya berbahasa dan baik dan benar kita terapkan secara langsung di dalam kehidupan kita sehari – hari. Satu tindakan nyata lebih baik daripada ribuan wacana minim praktek.
Saudara – saudara, Dr. Anton M. Moelyono pernah berkata:. “Sebuah bahasa berpeluang menjadi bahasa internasional karena kecendekiaan dan kemahiran para penutur itu berbahasa”
Akhir kata, saya ingin menyampaikan bahwa bahasa telah menjadi bukti nyata sebagai alat penggalangan sebuah gerakan maha dahsyat. Segalanya sangat bergantung pada kekuatan berbahasa, satu kekuatan bersama dalam membangun identitas bangsa yang kuat adalah melalui bahasa nasional..
Sekian pidato dari saya.  Atas perhatian hadirin semuanya, saya ucapkan terima kasih.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.

Hancurnya Atlantis oleh Shiva




Sebenarnya, dan sesungguh – sungguhnya, Purana Hindu adalah sejarah dan bukan sekedar mitos dan legenda hampa seperti yang banyak disangkakan orang – orang pada umumnya. Sejarah peristiwanya yang teramat lampau membuat ceritanya membias dan mengalami “pelegendaan” perlahan – lahan. Oleh karena itu, marilah kita mencoba berkaca kembali dari satu kisah hebat ini, yang dikutip dari “Shiva Purana.”
Atlantis di dalam Shiva Purana disebut dengan nama Atala. Tersebutlah sesosok iblis bernama Tara memiliki putra bernama Taraka. Taraka pergi ke hutan Madhuvana untuk melakukan tapa yang berat. Akibat hebatnya tapa yang dilakukan oleh Taraka, Brahma tidak bias mengabaikan kekuatan tapa yang ditimbulkan oleh Taraka ini. Brahma lalu menanyakan apa yang menjadi keinginan Taraka hingga melakukan tapa yang demikian berat. “Kabulkanlah dua permintaanku ini, wahai Brahma. Pertama, tak satupun makhluk ciptaanmu yang mampu menyaingi kekuatanku. Yang kedua, biarlah hanya putra Shiva yang mampu membunuhku.” Tarakasura mengatakan permintaan kedua dengan rasa percaya diri karena pada saat itu diceritakan bahwa Shiva belum memiliki satupun putra.
Singkat cerita, Brahma memenuhi permintaan Tarakasura. Selepas kejadian itu, Tarakasura mulai menunjukkan karakter aslinya sebagai iblis yang kejam, dan memperlakukan sekalian makhluk dengan kasar dan mengikuti segala kemauan hatinya sesukanya. Moralnya sangat rendah dan barbar.

Tarakasura lalu memiliki tiga putra, masing – masing bernama Vidyunmali, Tarakaksha dan Viryavana (Tripura-asuras). Mereka, seperti juga ayahnya, melakukan tapasya yang keras ditujukan kepada Brahma. Tapa mereka berhasil membuat Brahma kembali menunjukkan diri dan menanyakan apa yang menjadi permintaan ketiga asura ini.
“Buatlah kami hidup abadi!”, demikian permintaan mereka.
Tentu saja permintaan yang pelik ini ditolak oleh Brahma, karena sudah menjadi kodrat dan hokum alam material bahwa semua harus mengalami proses lahir, hidup dan mati.
“Mintalah permintaan yang lain.”
“Baiklah. Anugerahilah kami tiga istana yang bias melayang di angkasa. Jadikan yang pertama terbuat dari emas, yang kedua dari perak, dan yang ketiga dari besi. Kami akan tinggal di dalam istana itu. Hanya dia yang bias menghancurkan ketiga istana melayang itu (Tripura) dengan satu saja anak panah yang bias membunuh kami. (Kembali, para asura menunjukkan kebodohan dan kearoganan mereka dengan menganggap tidak mungkin ada yang bias membunuh mereka dengan satu luncuran anak panah saja.)
Para dewa segera menjadi sangat terganggu dengan adanya Tripura ini, karena ketiga asura ini membabi – buta ke seluruh penjuru alam dan berbuat yang semena – mena sehingga mengganggu keseimbangan kosmos. Para maharsi merasa terganggu dan menyampaikan keluhan mereka ke hadapan Vishnu. Vishnu lalu mengatakan bahwa secara resmi, para asura ini tidak melakukan kesalahan apapun, karena mereka masih tetap memuja shivalingga, sehingga tetap terhindar dari api dosa. Kunci utamanya, seperti disarankan oleh Vishnu, adalah membuat para asura ini berhenti memuja Shiva. Karena selama mereka mengucapkan nama Shiva, bahkan Shiva sendiri pun tak mampu menang melawan mereka.

Dengan kekuatan kedewataan – Nya, Vishnu memanggil seorang manusia. Kepalanya sebersih surge, pakaiannya kumal dan dia membawa tempat air yang terbuat dari kayu. Mulutnya ditutupi oleh selembar kain. “Apa yang menjadi tugas hamba?,” tanyanya kepada Vishnu.

Vishnu menjawab,” Aku akan mengajarimu ajaran yang sepenuhnya bertentangan dengan ajaran Veda. Kau kemudian akan mendapatkan kesan bahwa tidak ada Surga dan Neraka dan bahwa keduanya berada di dunia. Kau tidak akan percaya bahwa tidak ada pahala kebaikan maupun hukuman setelah kau meninggal. Pergilah ke Tripura dan ajarkan ketiga iblis Tripura itu dengan ajaran ini, sehingga mereka melenceng dari jalan yang benar. Hanya dengan cara itu kita bias menghancurkan Tripura.”


Utusan Vishnu ini pun mulai menyebarkan ajaran ini ke Tripura. Banyak kaum asura ini diyakinkan dan disesatkan. Bahkan dikatakan, Narada Muni pun dibuat bingung oleh ajaran ini dan sesaat mengikuti ajaran sesat ini. Narada yang suka membuat desas – desus ini lalu membawa kabar ini kepada Raja Vidyunmati.

Melihat Narada sudah “berpindah aliran dan kepercayaan,” sangat mudah bagi sang raja terbujuk pula oleh ajaran palsu ini. Iblis ini berhenti mempercayai isi Veda dan memerintahkan kepada rakyatnya untuk menghancurkan shivalingga, di manapun mereka menemukannya. (Semoga Anda, pembaca, sampai di titik ini bias mengidentifikasi kaum mana yang suka menghancurkan Shivalingga dengan mengatakan bahwa itu adalah pemujaan primitive dan / atau berhala-isme.)
Tentu saja, lambat – laun Shiva yang mengetahui hal ini menjadi murka.  


Believe it or not, dengan shakti – Nya yang tak mungkin tertandingi Shiva mampu menghancurkan ketiga istana itu dalam satu bidikan saja. Lalu, dari abu puing – puing Atala itu, Shiva mengambil segenggam dan membentuk tiga garis di dahi – Nya dan menarikan Tandava, dan Rudrakhsa keluar dari mata ketiga – Nya. Ini membuat bulu kuduk yang melihat – Nya merinding, hingga beliau tenang kemebali.

Demikianlah kilasan kisah Penghancuran Atlantis oleh Shiva, yang menurut Profesor Arysio Santos, seorang geolog melalui penelitiannya selama 20 tahun berkesimpulan bahwa Atlantis itu tidak lain dan tidak bukan adalah Kepulauan Indonesia. Memang, kalau ditelusuri dari segi historis dan penggambaran Atlantis versi Plato seperti yang dikemukakan kembali oleh Santos, potensi Indonesia sebagai Atlantis yang selama ini dicari – cari oleh para sejarawan dan geolog seluruh dunia ini sangatlah masuk akal. Hal ini didukung pula oleh Profesor Oppenheimer, geolog Harvard University yang melalui penelitian persebaran DNA dari masa 12.000 tahun yang lalu hingga sekarang menunjukkan bahwa sumber awal peradaban dunia adalah Kepulauan Indonesia.

Implikasinya apa? Ada salah satu Purana Hindu lainnya, yakni Bhavisya Purana,  yang menceritakan kelanjutan sejarah Tripurasura ini yang diceritakan kemudian menjelma menjadi iblis berbentuk manusia bernama Maha Mada. (Muhammad?) dan dia menempati tempat bernama Arvasthan (Arab?). Kutipannya adalah sebagai berikut :

“Shri Suta Gosvami berujar: Setelah mendengar Doa dari Raja, Shiva berkata: O raja Bhoraja, engkau mesti pergi ke tempat yang bernama Mahakakshvara (Mekah?), tanah itu dinamakan Vahika dan sekarang sedang terkontaminasi oleh Mleecah (ras barbar, rendah nilai moralitas). Di negara yang kacau balau itu dharma sudah tidak ada lagi. Ada seorang Iblis bernama Tripura (tripurasur). Yang dulu pernah aku hancurkan  menjadi debu. Ia datang kembali atas perintah Daitya Bali. Ia tidak berasal namun menerima berkat dariku. namanya adalah Mahamada (Muhammad?) dan Kelakuannya seperti iblis. Oleh karena itu “O raja, Kamu tidak seharusnya pergi ke tempat Iblis bersemayam. Dengan berkatKu maka pikiranmu akan kembali jernih” Mendengar ini, maka raja kembali ke negerinya dan Mahamada (Muhammad) bersama yang lainnya sampailah dipinggiran sungai Sindhu. Ia (Mahamada) adalah seorang licik ahli  bermuslihat/khayalan, ia kemudian berkata pada raja dengan sangat menariknya: “O raja besar, tuhan-mu telah menjadi pelayan saya. Lihat saja, setelah Ia makan remah2-ku, Saya akan tunjukan padamu. Sang raja menjadi terkejut ketika melihat ini dihadapan mereka. Kemudian dalam kemarahannya Kalisada menegur: “Hai bajingan, kamu telah ciptakan khayalan untuk membingungkan Raja. Saya akan membunuhmu,...Orang yang rendah"

“Kota itu dikenal sebagai tempat mereka naik haji, sebuah tempat yang dulunya Madina atau bebas dari kemabukan. Pada suatu malam, dalam rupa iblis, Sang Ahli Ilusi dan sihir, Mahamada (muhammad) muncul di hadapan raja Bhojaraja dan berkata : “O raja , agamamu sudah tentu merupakan agama terbaik diantara yang ada. Namun Aku tetap akan mendirikan suatu agama yang mengerikan dan berbau Iblis. Pengikutku mempunyai cirri-ciri yaitu pertama2 mereka disunat, tidak punya 'shikkha', namun berjenggot, keji, senang kegaduhan dan memakan segala. Mereka seharusnya makan binatang apapun tanpa mempersembahannya terlebih dahulu. Ini adalah pendapatku. Mereka melakukan ritual penyucian dengan musala seperti engkau menyucikan segala sesuatunya dengan rumput kusha (Kushala). Karena itu, mereka akan dikenal sebagai kaum musalman. Agama yang terkorupsi. Agama dengan sentuhan Iblis itu merupakan ciptaanku. Setelah mendengar semua Sang raja kembali ke istana nya dan itu hantu ( muhammad ) itu kembali ketempatnya.”

Menurut Bhavishya Purana,
Mahamada (kelahiran kembalinya Iblis Tripurasura) = Dharmadushika (Pendusta bagi  kebenaran)
Agama yang didirikan oleh Mahamada = Paisachyadharma (Agama Iblis)
Mleccha mengandung beberapa pengertian :
1.      Seorang barbar, a non arya (seorang yang tidak berbahasa Sanskrit atau tidak sesuai dengan Hindu atau Institusi arya), secara umum berarti orang asing
2.      Orang buangan, paria, terusir dari masyarakat, seorang yang berkelakuan rendah, bodhayana kemudian
3.      Pemakan daging sapi, dan pembicaraannya berlawanan dengan shastras (tata aturan, istiadat dan prilaku utama) dan yang juga tidak mengenal bentuk pelatihan spritual, dinamakan Mlechha.
4.      seorang pendosa, seorang yang keji, biadab atau ras barbar


Bhavisya Purana ini setidaknya memberikan gambaran yang lebih jelas tentang asal – usul Islam serta nasibnya yang menjadi takdir pada akhir Yuga. Ini menjelaskan mengapa Muhammad sangat brutal ingin membantai peradaban Shiva dimanapun dia temui, persis dengan modus operandinya pada penjelmaan sebelumnya. Kabah dipercaya adalah kuil Shiva Khavaliswaram. Kakek maupu paman Muhammad adalah pemuja Shiva yang taat. Di dalam kuil Kabah sebelum dihancurkan oleh balatentara beringas Muhammad adalah tempat pemujaan dari berbagai jenis keyakinan, dengan Shivalingga Shiva sebagai pusat pemujaannya. Shivalingga inilah yang pada kemudian hari hingga sekarang dikenal dengan nama hajar Aswad (diambil dari kata aswetha = tidak putih).

Dan, apalah nasib iblis Tripurasura untuk kedua kalinya selain menemui takdirnya kembali untuk dihancurkan – kali ini sepenuhnya musnah – di tangan Shiva kembali. Bahkan, di Kitab Vishnu Purana disebutkan bahwa Kalki akan berinkarnasi ke dunia ini untuk menghancurkan mleccha dharma, ajaran – ajaran iblis yang menyimpang seperti ajaran Muhammad ini maupun komunisme, kapitalisme dan rasisme. Mengapa ragu? Pada akhirnya, saat yuga bergerak kembali ke jaman Sathya Yuga, hanya Sanathana Dharma yang menjadi kebenaran tunggal, ajaran abadi yang tidak terkontaminasi oleh fanatisme, semangat permusuhan, rasisme, dan anti – rasionalisme.

Tahun 2012 dari Perspektif Hindu



Fenomena prediksi dan ramalan bencana pada tahun 2012 tak henti – hentinya menjadi bahan perbincangan di kalangan ilmuwan, agamawan, peramal amatir hingga sineas yang menawarkan tayangan bombastis berbau ancaman kepunahan manusia di dunia. Mengapa tahun ini begitu diperlakukan istimewa dibandingkan tahun – tahun yang lainnya? Mengapa 2012.
                Adalah system perhitungan kalender menurut peradaban Suku Maya, Meksiko yang menunjukkan bahwa akhir satu Great Cycle yang berjangka – waktu 12.500 tahun dikatakan berakhir pada tanggal 21 Desember 2012 menurut perhitungan kalender Julian ( system kalender yang dipakai sekarang). Dengan kata lain, seperti hari yang dimulai pada pukul 00.00, maka tanggal tersebut adalah sama dengan pukul 24.00.
                Satu yang mungkin luput dari perhatian para peneliti dan pakar kalender tentang pergantian siklus besar ini adalah kenyataan bahwa kebanyakan dari mereka – apalagi orang – orang awam -  melihat suatu siklus sebagai satu garis lurus tanpa ada kelanjutannya. Suku Maya dipercaya masih memiliki keterkaitan dengan peradaban Hindu India, sehingga doktrin reinkarnasi serta pembagian waktu menurut system yuga dipercaya masih memiliki keterkaitan erat. Beberapa bukti yang menguatkan keterkaitan peradaban ini antara lain dengan diketemukannya arca Ganesha di bagian piramida suku Maya, adanya sibol – symbol mandala Hindu (Tantra) seperti yang ada di India. Bahkan nama suku ini pun masih berakar dari kata Sansekerta. Sesungguhnya, ada semacam kesepakatan dari beberapa cendekiawan Hindu yang percaya bahwa peradaban Suku Maya diprakarsai oleh seorang tokoh Hindu bernama Maya Danawa, seorang yang cerdas ahli dalam bidang astronomi dan arsitektur. Surya Siddhanta, sains tentang pergerakan benda – benda langit, adalah salah satu karya dari Maya Danawa.
                Dari hipotesa awal ini, alangkah baiknya kita mencoba untuk menelaah fenomena 2012 ini dari sudut pandang Hindu. Hindu mengenal system pembagian waktu berdasarkan yuga, kalpa, manwantara, dan seterusnya. Ada beberapa informasi kunci untuk menentukan, misalnya, kita berada di yuga yang mana, dan sampai kapan bagian yuga ini akan mengalami puncaknya. Apakah ada keterkaitan dengan tahun 2012 atau tidak? Sebagian besar Hindu percaya bahwa sekarang kita berada di masa Kali Yuga. Kapan dimulainya dan kapan akan berakhir?
                Untuk melacak timeline yang rumit ini, alangkah baiknya kita berpijak kepada teks kuno terpercaya, Mahbharata gubahan Maharsi Wyasa. Mahabharata dan Laws of Manu masih berpegang kepada nilai satu putaran Yuga yang dibangun oleh 12.000 tahun. pembagian ini ternyata secara mengejutkan didukung pula oleh beberapa peradaban seperti Kaldean, Zoroaster dan Yunani yang juga percaya akan Siklus Masa 12.000 tahun sekali. Sri Yukteswar, seorang yogi yang mendapat tempat di hati beberapa cendekiawan Hindu, mengklarifikasi hal ini di dalam bukunya The Holy Science (1894) bahwa Siklus Yuga yang lengkap memerlukan waktu 24.000 tahun. Jika perhitungannya tepat, maka siklus lengkap dari pembagian yuga menurut Yukteswar adalah : Satya Yuga -> Treta Yuga -> Dwapara Yuga - > Kali Yuga -> Kali Yuga -> Dwapara Yuga -> Treta Yuga -> Satya Yuga.
                Selanjutnya, dari teks Surya Siddhanta yang kemudian dikaji dengan seksama oleh Aryabhatta (pakar matematika penemu teorema Phytagoras, jauh sebelum teorema ini dicuri oleh Phytagoras),  didapatkan satu fakta menarik bahwa berdasarkan keterangan teks – teks kuno seperti Mahabharata dan juga Surya Siddhanta yang menyatakan bahwa Kali Yuga diawali dengan fenomena lima “planet geosentris” (yakni, planet yang dapat dilihat dengan mata telanjang dari bumi) – Merkurius, Vemus, Mars, Jupiter dan Saturnus – berada di dalam satu garis (0) dari rasi Aries (dekat dengan zeta Piscium). Hasil kalkulasi Aryabhatta kemudian menunjukkan tanggal 17/18 Februari 3102 SM. Aryabhatta juga berpendapat bahwa siklus Catur Yuga berlangsung selama 12.000 tahun dengan pembagian yang merata 3.000 tahun setiap Yuga-nya.  Ini sejalan dengan pernyataan Sri Yukteswar.
                “Kalender Saptarsi” yang telah dipakai ribuan tahun di India mendukung pula pernyataan Sri Yukteswar dan Aryabhatta. Doktrin ini sebenarnya sangat sederhana dilihat dari perspektif Kalender Saptarsi : Durasi Catur Yuga 12.000 tahun, dengan masing – masing Yuga berdurasi 3.000 tahun. Para sejarawan telah menyepakati bahwa Kalender Saptarsi yang masih dipakai pada masa Dinasti Maurya ( 400 SM), dimulai pada tahun 6676 SM. Sementara itu, menurut tradisi India, Sri Rama telah hidup pada akhir Treta Yuga, dan Dwapara Yuga segera dimulai setelah kepergian – Nya.
                Perlu juga dipahami bahwa Kalender Saptarsi ini dipakai sebagai petunjuk untuk melacak rekaman genealogis perang Mahabharata. Karena di dalam Mahabharata juga digambarkan peristiwa – peristiwa yang terjadi pada jaman Dwapara Yuga, tidak diragukan lagi bahwa periode Saptarsi tahun 6676 SM adalah awal dari Dwapara Yuga. Oleh karena itu, pembagian Yuga menurut Kalender Saptarsi adalah sebagai berikut:
Yuga
Awal
Akhir
Durasi
Satya Yuga
12.676 SM
9976 SM
2700 tahun
Periode Transisi
9976 SM
9676 SM
   300 tahun
Treta Yuga
9676 SM
6976 SM
2700 tahun
Periode Transisi
6976 SM
6676 SM
   300 tahun
Dwapara Yuga
6676 SM
3976 SM
2700 tahun
Periode Transisi
3976 SM
3676 SM
   300 tahun
Kali Yuga
3676 SM
976 SM
2700 tahun
Periode Transisi
976 SM
676 SM
   300 tahun
Kali Yuga
676 SM
2025 M
2700 tahun
Periode Transisi
2025 M
2325 M
   300 tahun

Dari tabeldi atas, kita pada saat ini telah melewati Kali Yuga periode pertama yang berakhir pada tahun 976 SM. Setelah periode transisi selama 300 tahun, kita mengalami periode Kali Yuga Kedua sebagai titik balik menuju Dwapara Yuga (tahun 2325 Masehi) , kemudian diikuti oleh Treta Yuga (tahun 2625 Masehi) , dan akhirnya Satya Yuga (tahun 2925 Masehi).
Bukti – Bukti Arkeologis

                Menurut doktrin Siklus Yuga, periode transisi selalu diasosiasikan dengan kolaps-nya peradaban di segala penjuru dunia dan bencana – bencana alam yang menyapu jejak – jejak peradaban dunia. Peradaban baru yang muncul pada awal masing – masing Yuga dibangun lagi oleh sissa – sisa peradaban yang selamat dari bencana besar ini berdasarkan pengetahuan teknis dan spiritual peradaban sebelumnya. Banyak sumber – sumber kuno menyebutkan munculnya kelompok misteri “Sapta Rsi” yang dikatakn muncul pada awal Yuga dan membantu membangun peradaban baru di dunia. Kita menemukan informasi ini misalnya dari transkrip kuno bangsa Sumeria, India, Polynesia, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Dari catatan – catatan berbagai belahan bumi ini, ternyata memiliki korelasi waktu yang sangat akurat dengan table pembagian Yuga di atas.
                Periode transisi yuga yang pertama terjadi 12.000 tahun yang lalu. Menurut catatan arkeologi, masa ini ditandai dengan akhir Jaman Es yang brakhir secara tiba – tiba; cuaca menanjak drastic menjadi hangat, dan beberapa hewan seperti mammoth mengalami kepunahan. Sejumlah studi ilmiah membuktikan bahwa sejumlah banjir global terjadi sekitas tahun tahun 9600 SM. Peristiwa ini tercatat di dalam legenda – legenda berbagai kebudayaan kuno, yang hamper semuanya menceritakana tentang banjir besar yang dating dari puncak – puncak gunung tertinggi, diikuti oleh hujan yang sangat deras, bola – bola api yang datang dari luar angkasa, serta periode kegelapan yang sangat lama.
                Kemudian, 300 tahun periode transisi pada masa antara Treta dan Dwapara Yuga dari tahun 6976 SM – 6676 SM juga berkorelasi dengan peristiwa global yang dikenal dengan nama Bencana Laut Hitam yang telah dihitung peristiwanya terjadi pada tahun 6700 SM. Laut Hitam di semenanjung Arabia sebelum bencana alam terjadi merupakan danau dengan kandungan air yang jernih. Pada saat bencana terjadi, Laut Mediterania melintasi Gorge (sekarang dikenal dengan nama Paparan Bosphorous) dan menyeruak menuju Laut Marmara, untuk kemudian menuju Laut Hitam dan menciptakan air terjun raksasa. Kejadian besar semacam itu tentulah tidak trejadi di wilayah itu saja, namun dipercaya mengglobal.
                Periode transisi antara Treta Yuga dan Dwapara Yuga ( 3976 SM – 3676 SM) lagi – lagi ditandai dengan beberapa bencana alam di mana – mana, yang penjelasan logisnya masih menyisakan misteri. Pada masa ini, paparan pesisir Sumeria mengalami banjir yang luar bisaayang dikenal dengan istilah transgresi Flanderian – yang mempengaruhi tidak hanya peradaban di sepanjang teluk Sumeria, namun juga peradaban seluruh Asia. Bencana banjir besar ini mengakhiri periode Ubaid di Mesopotamia dan memicu migrasi besar – besaran ke lembah – lembah sungai. Segera setelah itu, peradaban di sekitar sungai Nil, Tigris dan Indus mulai berkembang, sekitar 3500 SM.
                Periode transisi antara Dwapara Yuga dan Kali Yuga ( 3976 SM – 3676 SM) lagi – lagi ditandai dengan peristiwa besar, yakni perang besar Mahabharata, terjadi pada tahun 3761 SM. Mahabharata menyebutkan bahwa Dwapara Yuga berakhir pada masa – masa itu dan disusul oleh Kali Yuga begitu Krishna meninggalkan wujud fisik – Nya di dunia ini. Pada tahun 2002, The National Institute of Ocean Technology (NIO), India, menemukan dua kota di bawah laut, tepatnya di Teluk Cambay. Di kedalaman 120 kaki. Artefak – artefak buatan tangan manusia ditemukan di situs ini, dan teridentifikasi sebagai sisa – sisa peninggalan Sri Krishna, Kerajaan Dwaraka.
                Tidak hanya di belahan India saja yang mengalami bencana besar ini. Di berbagai belahan dunia, terjadi kehancuran peradaban. Bangsa Hitties menderita bencana serius dan kota – kota mulai dari Troy dan Gaza mengalami kehancuran. Mesir mengalami kehilangan kendali atas kerajaannya. Di India, peradaban Lembah akhirnya berakhir sekitar tahun 1000 SM.
                Kali Yuga Kedua yang dimulai pada tahun 676 SM ditandai dengan merosotnya nilai pengetahuan, tradisi serta keterampilan yang sebelumnya masih ada pada Kali Yuga sebelumnya. Di Yunani, pembangunan arsitektur monumental menurun drastic. Pasukan cavalery digantikan oleh pasukan pejalan kaki. Style keramik disederhanakan. Di India, penggunaan bahasa Sansekerta sebagai media komunikasi digantikan oleh bahasa masyarakat awam, Pali dan Prakrit. Kemungkinan besar, karena krisis social yang besar inilah, sejumlah filosuf dan nabi muncul pada masa ini, mencoba memaparkan kembali kebijakan yang hilang, dan menyebarkannya kepada masyarakat yang mulai melupakan ajaran – ajaran mulia ini. Di antara mereka, kita bisa menemukan nama Buddha (623 Sm), Pythagoras ( 570 SM), Zoroaster (600 SM), dan Jaina Mahavira (599 SM).
Penutup
Pembagian Siklus Yuga dalam bentuk gelombang seperti paparan di atas sejalan dengan ide filosuf Yunani, Plato, yang membagi jaman di dunia menjadi empat era: Emas, Perak, Perunggu, dan Besi (Jaman Kegelapan). Berdasarkan keterangan di atas, pada saat ini kita sedang berada pada masa Kali Yuga Kedua, setelah melalui jaman Kali Yuga Pertama yang berakhir pada tahun 676 SM.
Catatan yang perlu kiranya kita perhatikan adalah periode transisi antara Kali Yuga Kedua dengan Dwapara Yuga Kedua ( tahun 2025 Masehi – 2325 Masehi), mengingat seperti paparan sebelumnya, selalu terjadi bencana hebat yang sanggup menghancurkan peradaban – peradaban besar setaraf Sumeria dan Yunani Kuno. Apa yang sanggup membuat periode selanjutnya itu luput dari kekuatan tak trelihat dan sulit dijelaskan itu? Siapa yang sanggup memastikan bahwa pada periode transisi yang dialami oleh anak – anak dan cucu – cucu kita itu kita akan baik – baik saja? Perang Teluk, Tragedi WTC, ancaman Perang Dunia Ketiga dan lain – lain seakan menjadi api di dalam sekam bagi terjadinya peristiwa yang menakutkan ini.
Namun, kisah horror tentang periode transisi ini bila diperhatikan menemukan sebentuk optimism tersendiri bagi dunia yang lebih baik, bahkan mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Kita telah melewati periode tergelap dalam sejarah peradaban manusia ketika Kali Yuga yang pertama telah berakhir. Logikanya, setelah Kali Yuga berakhir, maka kesadaran manusia dan dunia bersiap – sedia menyambut Dwapara Yuga ( era kejayaan Sri Krishna), lalu menuju ke Treta Yuga ( era kejayaan Sri Rama), dan akhirnya menuju jaman keemasan Swayambhuva Manu, kesadaran murni.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...