Minggu, 23 Oktober 2011

Contoh Pidato Bertemakan Bulan Bahasa



Om Swastyastu,

Yang terhormat ........
Yang saya hormati .....
Bapak – Bapak dan Ibu – Ibu ….
Rekan – rekan siswa dan siswi, SMA Negeri 1 Rendang....
Putera dan Puteri Indonesia....

Salam sejahtera saya sampaikan kepada para hadirin yang saya cintai tanpa terkecuali. Semoga kita selalu berada di bawah naungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha esa.


Saudaraku semuanya, sebelum berbicara lebih jauh, ingin rasanya saya bercerita tentang satu pertanyaan yang mengusik saya beberapa hari yang lalu, berkenaan dengan perayaan Bulan Bahasa kali ini. Mengapa tanggal 28 Oktober? Mengapa bukan tanggal yang lain? Ya, mungkin sebagian dari saudara – saudara yang hadir di sini mampu memberikan jawaban yang signifikan, bahwasanya pada tanggal itulah, 83 tahun yang lalu, putera dan puteri Indonesia yang tergabung dari berbagai suku dan etnis bersatu dan mengikrarkan Sumpah Pemuda



Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia

Namun, Saudara – Saudaraku sekalian, masih saja tersisa sebersit pertanyaan berkecamuk di dalam diri saya sebagai salah satu dari apa yang dinamakan putera dan puteri Indonesia ini : Masihkah jiwa dan ruh dari semangat persatuan itu berpijar di dalam diri kita, Putera dan Puteri Ibu Pertiwi, Indonesia? Masihkah tersisa bara api Sang Binatang Jalang Chairil Anwar, misalnya, yang menghantam nurani kita dengan raungannya,“SEKALI BERARTI, SUDAH ITU MATI” memenuhi relung hati kita semua? Di sini, di panggung ini? Di ruang – ruang kelas? Di SMA Negeri 1 Rendang ? Di Bali? Di bumi Indonesia?


Saya skeptis, Saudara – saudara... Ijinkanlah saya mengutarakan alasannya berdasarkan fakta dan realita, dan bukan karena pendapat maupun opini saya pribadi.
Ya, di dalam hati saya ragu, misalnya, karena sekarang kita menitikberatkan kepada bahasa sebagai media pemersatu bangsa, sudahkah kita memberi arti kepada Sumpah untuk berbahasa dengan baik dan benar? Satu contoh sederhana saja, Masihkah sebagian besar dari kita, ketika berpidato, mengawali sambutan dengan mengatakan “Yang Terhormat”, alih – alih mengatakan “Kepada yang Terhormat” karena “kepada” yang digabungkan dengan “yang Terhormat” menjadi frase yang mubazir?


Masih seringkah kita mendengarkan para guru kita menyuruh kita ‘maju!’ atau ‘ke depan!’ dan bukannya ‘maju ke depan!’... karena yang maju pasti ke depan, dan yang ke depan pasti maju? Kita berhadapan dengan ambiguitas berbahasa semacam ini dari waktu ke waktu, namun luput dari perhatian kita, seperti juga kita keliru mengatakan ‘mengejar ketertinggalan’ ketika seharusnya kita mengatakan ‘mengejar kemajuan.’ Mengatakan ‘Saya’ untuk menunjukkan orang pertama tunggal dan bukannya mengatakan ‘Kami’. Anda lihat, saya berdiri di sini, hari ini, di panggung ini berkata “ Ijinkanlah SAYA menyampaikan beberapa patah – kata” dan bukannya “Ijinkanlah KAMI menyampaikan beberapa patah kata,” karena saya orang pertama tunggal, bukannya kumpulan orang – orang!


Saudara – saudaraku, itulah sedikit gambaran betapa menyedihkannya keberbahasa-Indonesia-an kita setelah sekian kali kita merayakan Bulan Bahasa. Sepertinya bara api yang pernah dikobarkan para pemuda kita itu tergerus oleh waktu.


Hilang bentuk. Remuk.

Kemudian,hadirin sekalian, pada era sekarang ini, problematika berbahasa Indonesia yang baik dan benar ini makin diperparah lagi dengan trend – trend prokem serta pengacak – acakan unsur – unsur bahasa, hingga ke dalam tata – bahasa, bahkan kata – kata. Anak muda sekarang merasa bangga bisa mengaplikasikan jargon “So what gitu loh”, “Sesuatu banget..”, “E.G.P”, dan dengan tanpa perasaan bersalah mengubah fungsi angka 4 menjadi huruf A, angka lima menjadi huruf S, dan seterusnya... sehingga “SAYA PERGI KE SEKOLAH” menjadi “54Y4 P312G1 K3 S3K0L4H”. Kita berkilah itulah bahasa gaul, bahasa yang menunjukkan identitas pemuda – dan pemudi moderen, kreatif dan panjang akal. Tanpa kita sadari, kita telah memperkosa bahasa sendiri, melecehkan sumpah yang diliputi oleh rasa kebanggan sebagai satu kesatuan Nusantara. Perjuangan para pelopor rasa kebangsaan itu menjadi sia – sia. Mereka meratap memanggil sayup – sayup:


Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
(Kutipan dari puisi “Kerawang – Bekasi”, karya Chairil Anwar)


Hadirin yang saya hormati, kiranya tidaklah berlebihan bila saya menghimbau kepada seluruh pemuda – pemudi Indonesia, sebagai harapan bangsa mulai memaknai Bulan Bahasa kali ini dengan cara yang sebaik – baiknya dan sebenar – benarnya, seperti juga di dalam berbahasa hendaklah baik dan benar. Peribahasa mengatakan “Bahasa menunjukkan bangsa.” Apalah artinya suatu bangsa tanpa bahasa yang baik dan benar? Tinggal wilayah hampa tanpa harga diri dan kebanggaan, di mata dunia maupun di mata anak – cucu kita nanti.


Semoga Tuhan senantiasa menyertai langkah kita, khususnya para pemuda – ppemudi, pelajar serta mahasiswa dalam menegakkan kebudayaan berbahasa yang baik dan benar. Semoga Bahasa Indonesia bertambah jaya, bertambah perkasa dalam mempererat rasa persatuan dan kesatuan bangsa, negara, masyarakat dan juga keluarga. Amin!


Hadirin yang saya muliakan, demikianlah telah saya sampaikan beberapa patah – kata, mudah – mudahan kita mendapatkan manfaat yang sebesar – besarnya. Terima kasih atas perhatian para Hadirin.


Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.

Senin, 26 September 2011

Understanding Tenses (Part II)

Okelah, setelah lama jeda, kita sekarang geber sessi kedua, langsung membahas tiga tenses sekaligus. Yang simple – simple aja dlu biar kga puyeng. ^ ^ v
Ada 3 tenses simple di dalam bahasa Inggris, yaitu : past, present dan future. Yang present udah dibahas dengan sukses di bagian I, berarti tinggal yang Past dan Future.

Simple Past Tense


Okey, menurut gwa kga ada cara yg lebih bagus lagi utk ngjelasin Past Tense ini dengan analog ke Bahasa Indonesia. Watch this!

NOMINAL (Keadaan)

Saya sakit ------------------> I am sick.
Kemarin saya sakit-------->Yesterday I was sick

Bule2 pada sachkleg masalah waktu, jadinya ya gitu dehh,, masalah kalimat juga kudu dibedakan, bilang keadaan sakitnya itu kudu jelas kapan kejadiannya. Kalo sakitnya sekarang, to be-nya juga mesti to be yang mencirikan keadaan SEKARANG (pada contoh di atas, to be yang dipakai adalah ‘am’). Kalo sakitnya tu udah lewat bahkan 5 menit yang lalu, to be-nya juga kudu diganti ma to be yang udah kedaluarsa (Pada contoh di atas memakai ‘was’). Ngerti ora son?! Jadi simpulan awalnya, orang Indon pada cuek bebhek masalah waktu, dicampur – baurkan, bahkan udah jadi pepatah kalo di Amerika sono ada orang yang suka ngaret, mereka pada bilang ,”Anda makin mirip orang Indonesia sahaja!!”. HIDUP INDONESIA!! Kwkwkwkw.... v n__n v

Tapi, meskipun Indon kleatan ediot masalah waktu, masalah kesederhanaan, orang Amrik sono kalah jauh man! Ribet amat ngurusin to be. Ntu aja untuk SAYA mesti ditambahin AM, trus belon lagi subyek2 yang lain to be-nya beda2.. Harruhh... namanya aja Simple Tense, tapi koq semprul amat yak?? Ckckck..
America, Fuck You!!!

Whatever, ini dia daftar to be selengkapnya untuk simple past tense (NOMINAL)
WAS untuk I, SHE, He, dan IT -------------------------------> I WAS handsome. (artinya kurang lebih gini... : dulunya gue ngganteng, tapi sekarang udah acakhadut, blukutuq gitu dah... kwkwkw)
WERE untuk They, We dan You-------> They / We / You WERE clever. (artinya mirip ma yg di atas... dulunya pinter, tp karena suka maling ketimun jadi goblok gitu dah!!.... qiqiqi)

Inget juga, untuk subyek yg setara, misalnya Shinta, ya otomatis to be-nya sama dengan She yaitu WAS. You and me sama dengan We, jadi to be-nya adalah WERE. Gituuuuuu.....

VERBAL (Kegiatan)

Lagi2, untuk masalah kerja, Amerika dan sekitarnya menanag jauh ma Indonesia. Liatin neh!!

Saya belajar tiap hari-------------------> I study everyday.
Kemaren saya belajar ------------------> Yesterday I studied.

Liatin tueh, kata kerjanya malah berubah dari study menjadi studied, untuk nunjukin kegiatan belajarnya terjadinya udah liwat. Kita2 mah di sini nyante2 aja. Maunya belajar 80 taon yang lalu, mau sekarang..... kata kerjanya ya tetep aje BELAJAR! Gitu aja koq reppott.. xixixixixi...
Jadi intinya kalo dlm bahasa Inggris yang versi VERBAL, kata kerjanya itu berubah dari VERB 1 menjadi VERB 2. Yg perlu perhatian extra buat kamu2 mungkin kudu menyadari bahwa ada dua jenis VERB 2 di dalam bahasa Inggris. Ada yang beraturan (regular verbs), ada juga yang kagak (Irregular verb). Nambah ribet kahn???? So, mari kita bilang FUCK YOU sekalay lagi buat Amerika!! Xixixixi....
Pada kalimat di atas, kebetulan Verbnya regular, dari study ke studied, jadi cukup nambah –ed aja. Contoh yang lainnya misalnya:

Borrow menjadi borrowed
Enjoy menjadi enjoyed
Fix menjadi fixed, dll

Kalo yang irregular misalnya

Write menjadi wrote
Sing menjadi sang
Stand menjadi stood.....

Nah,lo!! Jadi makin beda jauh dari awalnya tokh?! La iya, kga ada jalan lain, mulai sekarang kudu rajin liatin kamus, untuk memastikan apakah kata kerjanya regular apa irregular. Biar kga salah kaprah, misalnya mau mbikin kalimat “Saya kemaren membaca buku” malah nulis “ Yesterday I readed a book”. Padahal bentuk VERB2 untuk read ya tetep aja read, cuman beda caranya ngebaca doank.
Hokkeh?!

Daaaaaannn..... seperti yang sebelumnya juga, untuk membuat bentuk negatif ma pertanyaannya, ada aturannya.

NOMINAL
1. Bentuk negatifnya cukup ditambahin NOT setelah was / were
I was lucky------> I was not lucky (atau kalo disingkat jadi I wasn’t lucky)

2. Bentuk pertanyaannya cukup tukar posisi antara subyek ma to – be-nya
They were smarrt ------> WERE they smart??

VERBAL

1. Bentuk negatifnya ditambahin kata DID NOT (DIDN’T) sebelum kata kerja, dan kata kerjanya KEMBALI MENJADI VERB 1
I studied last night ------> I DID NOT STUDY last night.
2. Bentuk pertanyaannya diawali oleh kata DID trus kelanjutannya seperti bentuk positifnya, cumaaaaaaa...... VERB2-nya KEMBALI KE VERB1.
I study last night------> DID you STUDY last night??

Hokkeh, lengkap sudah sessi untuk SIMPLE PAST TENSE. Yang Future nyusul ke Part III, OK?! ;)

Senin, 12 September 2011

Understanding Tenses (Part I)


Ada banyak penjelasan tenses di kamus – kamus dan buku – buku English mencoba menawarkan cara memahami tenses bahasa Inggris secara cepat. Judulnya serem – serem punya! Sistem Kilat, Sistem 24 Jam, Sistem Dukun...Jiaaahhh....XD

Padahal yang diomongin intinya sama saja, my friend, bahwa dalam BAHASA MANAPUN di muka bumi ini, ada dua kategori utama jenis kalimat, yaitu kalimat keadaan dan kalimat verbal (kerja). Mulai, deh, kita lihat dalam bahasa Indonesia sendiri:

1. Saya sakit/ganteng/di sini/marah/bingung/...dst.. adalah kalimat keadaan
2. Saya bangun tidur/mandi/mengggosok gigi/menolong ibu/membersihkan tempat tidurku...be-ol,,dst... adalah kalimat verbal(kerja)

Se-simple itu?? YA! Pahami dulu konsep itu, baru kita melangkah ke bahasa selanjutnya, English.
Mekanismenya sama, koq! Cumaaa.....( ini penting diperhatikan!) ada sedikit modifikasi atau perbedaan yang mendasar antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Pertama, perlu dan kudu dikenali dulu nama lain dari kedua kalimat itu di dalam bahasa Inggris.

Kalimat Keadaan = NOMINAL
Kalimat Kerja = VERBAL


Nah, sekarang kita ubah kalimat Indonesia di atas menjadi English VERBAL dan NOMINAL:

I am sick/handsome/ here/angry/confused...... NOMINAL
I get up/take a shower/brush my teeth/ help my mother...... VERBAL

Lihat perubahannya?? Di dalam kalimat NOMINAL terdapat to be (kata jadi) yang menunjukkan ‘berada di dalam keadaan’ (dalam contoh di atas, to be-nya adalah ‘am’), sehingga kalau diterjemahkan kembali satu – satu akan menjadi : Saya(I) berada dalam keadaan(am)sakit(sick)/ganteng(handsome)/di sini(here)/ marah(angry) / bingung (confused).

Nah, biasanya di sinilah para pembelajar mulai menemui kebingungan ketika subyeknya itu bukan ‘Saya’ (I). ... Mangkanya dicamkan baik- baik: Saat subyek berubah, to be-nya saja yang berubah – ubah mengikuti subyek.

They / We / You... (atau turunannya, misalnya “You and me”=”We”) to be-nya adalah are
>>> They/We/You are clever.
I .... to be-nya adalah am
>>>I am clever.
She / He / It... (atau turunannya, misalnya Shanti=She, Eko=He, My dog=It) to be-nya adalah is.
>>>She / He / It is clever.

Get it?? Jadi simpulannya: NOMINAL Indo ma English cuman beda TO BE doank! ;) Liat neh, biar lebih kleatan kontrasnya:

Saya (berada dalam keadaan) sakit = I (am) sick.

Bisa diliat kahn, di dalam bahasa Indonesia sebenernya juga ada to be-nya.. bagian yang di dalam kurung, cuman tidak dicantumkan ajja. Moga ngarti dah... :D

Naahh... itu yang NOMINAL. Sekarang yang VERBAL!
Sekilas gak ada beda kahn, antara VERBAL Indo ma English?? But,wait!

I study in the morning.
You study in the morning.
They study in the morning.
She studies in the morning.
He studies in the morning.
Shinta studies in the morning.
Dono studies in the morning.

Di dalam bahasa Indonesia, tidak ada yang namanya perubahan kata kerja meskipun subyeknya berbeda – beda. Tapi, di dalam bahasa Inggris ADA! Kenapa begitu? OJJo dipikir, ntar klenger... Yg penting dimengerti, aturannya memang seperti itu.

Camkan:
*** Kalo subyeknya I / You / They / We (biar inget, singkat jadi AYU DEWI), maka kata kerjanya tetep kga ada perubahan.
*** Kalo subyeknya She / He / It, atau turunannya, maka kata kerjanya adalah Verb 1+s/es. Nurut contoh di atas, dari study menjadi studies. Neh, contoh yang lain:

>get up jadi gets up
>play jadi plays
>eat jadi eats
Listen jadi listens...


Komplit deh sessi pertama. Dan, tahukah kamu apa nama tenses yang baru saja dijelaskan tadi? Kita uda belajar satu tenses yang namanya SIMPLE PRESENT TENSE!! Berhasil, Berhasil, Horeeee!!!! :D:D:D:D

(to be continued)

Senin, 22 Agustus 2011

Just Be Glad


(ditulis sebagian karena motif berbagi positivitas, sebagian lagi karena ingin terus menasehati diri sendiri)


Di manapun kau berada, atau apapun yang menimpamu saat ini, tetaplah berbahagia.
Berbahagialah, dan jalan hidupmu pasti akan berubah; Kehidupan yang baru akan dimulai,
dan masa depan yang baru akan hadir bagimu.
Saat kau tergoda untuk merasakan gentar dan kecewa, lebih baik kau tetap berbahagia.
Ketahuilah bahwa kau bisa, teriakkanlah bahwa kau berniat melakukannya,
berdirilah tanpa dalih dan kompromi.

Saat keadaan tak seperti yang kau harapkan, berbahagialah tanpa kecuali,
Karena hati yang berbahagia membuat segala perkara menjadi seperti yang kau harapkan.
Terlebih lagi, segalanya akan semakin baik jika kau terus berada di dalam jiwa yang penuh sukacita.
Itulah satu hukum alam, bahwasanya semua yang terbaik akan datang - cepat atau lambat - ke tempat di mana kebahagiaan bersemayam.
Karenanya, tempatkanlah kebahagiaan itu di dalam dirimu, tanpa kenal waktu, musim atau keadaan sekitarmu.

Jika kau kehilangan yang tercinta sekalipun, jangan ada sesal di dalam hati.
Berbahagialah dan mulai lagi.
Berbahagialah bahwasanya kau bisa memulainya lagi.
Berbahagialah bahwa masa depan selalu lebih kaya dan lebih baik lagi, kalau saja kita berkehendak membuatnya begitu.

Saat nasib sepertinya kejam kepadamu, jangan menghukum dirimu dengan ikut kejam terhadap diri sendiri.
Ketahuilah satu kenyataan, bahwa kau lebih besar dari takdir manapun;
Bahwa kau memiliki segenap kekuatan untuk mengendalikan seluruh hidupmu sendiri.
Apapun keadaanmu saat ini, kau mampu mengubahnya.
Dan saat kau terus menapakkan kakimu dalam kebahagiaan,
Kegelapan di hari ini akan menjadi pijar mentari di esok hari,
dan kekecewaan saat ini menjadi keindahan saat nanti.

Kala terluka, tetaplah berbahagia; dan kau bisa.
Berbahagialah bahwasanya kau lebih besar daripada rasa sakit itu.
Berbahagialah bahwa sakit itu datang untuk mencegahmu dari melakukan kesalahan yang lebih besar.
Berbahagialah bahwa kau mampu mencegah semua rasa sakit di masa datang.
Dan berbahagialah bahwa adalah tak mungkin rasa sakit itu datang lagi bila kebahagiaan telah berkuasa di dalam hidupmu.

Hiduplah kau di dalam semangat kebahagiaan;
Berpikirlah di dalam semangat keriangan;
Hanya dengan begitu kau akan mampu melihat jalan terang,
Sebab pikiran yang diterangi keriangan tak pernah berada dalam kegelapan,
Tak pernah berselimut kabut keraguan.

Apapun yang terjadi atau tak terjadi, berbahagialah.
Jika kau berpikir tak bisa berbahagia, berpalinglah sejenak,
Dan hitung anugerah yang pernah kau terima.
Kebahagiaan adalah magnet, dan dia akan menarik lebih banyak lagi kebahagiaan bila kau melakukannya.
Berbahagialah, dan dunia akan berbaik hati kepadamu.

Berbahagialah, meski seumpama seluruh dunia menentangmu,
dan seisi alam seakan bersekongkol untuk menghancurkanmu.
Bahkan di saat seperti itu, berbahagialah.
Dengan cara itu kau menunjukkan bahwa kau kuat.
Kelak, akan tiba saatnya bahwa apa yang pernah menentangmu akan sepenuhnya milikmu.

Dari segalanya, milikilah kebahagiaan,
dan kau akan segera memiliki apapun yang membentuk kebahagiaan itu.
Jadilah cahaya bagi dirimu sendiri, dan kau akan memiliki sejuta cahaya yang mengikuti.
Milikilah kebahagiaan itu, dan segala yang lain akan diatur ulang bagi kebaikanmu.
Semuanya akan hadir dan terkumpul di mana kehidupan adalah sebuah lagu.

Selasa, 09 Agustus 2011

The Greatest Wisdom


Hidup adalah kesempatan, manfaatkanlah!
Hidup adalah keindahan, kagumilah!
Hidup adalah kebahagiaan, nikmatilah!
Hidup adalah mimpi, sadarlah!
Hidup adalah tantangan, hadapilah!
Hidup adalah kewajiban, selesaikanlah!
Hidup adalah permainan, mainkanlah!
Hidup adalah sebuah janji, penuhilah!
Hidup adalah penderitaan, atasilah!
Hidup adalah kidung, nyanyikanlah!
Hidup adalah perjuangan, terimalah!
Hidup adalah tragedi, berjuanglah!
Hidup adalah petualangan, beranilah!
Hidup adalah keberuntungan, lakukanlah!
Hidup terlalu berharga, jangan dihancurkan!
Hidup adalah hidup, berjuanglah untuknya!

Minggu, 17 Juli 2011

KAMPUS

Jalanan di desa J rusak parah. Banyak yang ambhrol. Bukannya gimana, saban malam truk – truk pengangkut material berseliweran melewati jalan aspal desa. Ya, akan ada sesuatu yang akbar di desa J, sesuatu yang amazing! Ruas desa J bagian tenggara akan dijadikan kampus jurusan penjaskes, hasil pemekaran kampus induk di kota karena di kota tentu saja tak ada lahan tersisa untuk bangunan seluas itu.
Jadinya, seperti itu tadi. Jalan di sepanjang desa J benar – benar babak – belur. Tiap hari digilas ban – ban pengangkut pasir, batu, batako dan sebangsanya.
“Sebenarnya kerusakan jalan ini tak sepenuhnya bisa ditimpakan kepada truk – truk itu. Desa kita punya sejarah pembangunan jalan yang bisa dibilang sebuah budaya di mana – mana,” Pak Gloyoh, warga desa J memulai diskusi kecil di depan warung. Udara desa jam siang seperti saat itu memang memaksa hampir setiap penduduk desa menjadi miskin pilihan. Untuk mengurangi kegerahan, hanya ada dua pilihan: nyemplung di tukad desa atau nongkrong di warung yang menjual minuman dingin sambil ngobrol sesama banjaran.
“Nah, terus apa yang bisa disalahkan kalau bukan truk – truk itu, Pak? Kenyataannya kan memang begitu?” teman di sebelah Pak Gloyoh menimpali. Yang lain menjadi pendengar yang baik, sambil meminum esnya, yang lainnya duduk diam. Sebentar menyimak, sebentar tenggelam ke dalam pikirannya masing - masing.
“Ya, coba saja perhatikan berapa usia jalan kita ini. Seingat saya, belum juga lima tahun berlalu, kondisinya sudah banyak yang bolong – bolong. Jalan – jalan lain di luar desa, meski sudah tujuh tahunan tidak diservis, dengan kepadatan yang hampir sama dengan di desa kita, masih kelihatan tidak rusak – rusak amat,” Pak Gloyoh beropini.
“Kalian tahu, kalau zaman penjajahan Jepang dulu jalan – jalan dibangun oleh darah dan keringat. Sekarang, jalan – jalan kita dibangun dengan bahan upil dan daki udel. Asal jadi,” Pak Gloyoh menyambung gusar. Bicaranya bersemangat.
Tidak bisa disalahkan, memang. Dia tiap pagi buta mesti mengantarkan istrinya ke pasar kota, membeli bahan belanjaan untuk dibawa pulang dan dijual kembali. Jadi, tiap hari dia harus berhadapan dengan jalanan brengsek itu.
Melewati jalan desanya kini, Pak Gloyoh sering memaksanya teringat kembali ketika dia pada masa mudanya, pada tahun 80-an menjadi supir truk pengangkut buah di daerah Karangasem, mesti memiliki kesabaran tak terhingga karena harus melewati jalurnya truk – truk pengangkut pasir – pasir dan batu yang diambil dari Galian C. Kondisi jalannya semrawutan, apalagi di wilayah Selat. Siang harinya selain panas, debu – debu mampu membunuh hari – hari indah yang bahkan sudah direncanakan menjelang tidur dan bangun pagi. Hujan ataupun tidak, sama saja menyebalkan. Kalau hujan tanahnya becek dan berlumpur. Tidak hujan, lubang menganga siap menyambut.
“Bukannya pak kades kita sudah merencanakan perbaikan dengan segera, Pak? Ini kan menyangkut kepentingan orang banyak?,” yang di sebelah Pak Gloyoh kembali bertanya.
“Ya, kita disuruh wait and see. Menunggu, sambil melihat onderdil motor dan pick – up- mu pada gundal – gandul. Nyahok.”
“Menurut yang saya dengar, segera setelah kampusnya rampung, jalan – jalan ini segera dibenahi. Akan ada pembebasan tanah di pinggir – pinggir ruas jalan,” yang paling muda di antara mereka menambahi.
“Lah, terus selama kita menunggu waktu itu datang, tak ada yang bisa kita lakukan selain mengeluh dan memaki, begitu? Aku juga mendengar kabar itu, sama seperti saya juga mendengar bahwa harga tanah – tanah di sekitar areal kampus itu menanjak seperti jet tempur. Dari tujuh juta per are menjadi limapuluh lima, bahkan lebih!.””
Well, Pak Gloyoh membawa percakapannya ke level yang lebih tinggi, dan dia makin membara. Dia tak habis mengerti, apa saja yang dilakukan oleh para pemimpinnya. Tidakkah mereka berpikir memasukkan rehabilitsi jalan ke dalam dana cadangan atau biaya tak terduga, bla-bla-bla apalah namanya, hingga tak hanya di desanya saja yang kondisinya sepertinya mengingatkan dia ke masa dahulu kala, saat Indonesia masih dalam penjajahan Belanda?
“Jangan katakan kalian tidak suka uang. Orang sepolos dan senaif Konce saja sejak ada wacana kampus ini menjadi tahu arti kata investasi. Banyak makelar – makelar tanah yang rajin menengok ke area kampus itu. Sebagian dari mereka kembali pulang dengan membawa bukti kepemilikan baru. Pak kepala desa kita, kalian pikir lebih goblok daripada Konce? Bapak kita yang satu ini malah asyik mengurus investasi, booking dan lobbying, ” Pak Gloyoh mengamuk, “Nyesel aku dulu memilih dia! Belum kuhitung lagi, para caleg – caleg yang urat peka sosialnya sudah putus, lebih memilih menggandakan spanduk – spanduk daripada ikut meringankan barang sedikit permasalahan yang nyata di depan mata. Padahal, pemilihan masih jauh, sudah mulai sok aksi! Taik!”
Yang lainnya bengong, tercenung. Ya, menyedihkan tetapi nyata. Mereka juga merasakan payahnya tiap hari harus mengalami yang dialami oleh Pak Gloyoh, perut dikocok – kocok di sepanjang jalan, yang, tentu saja, kocokan di perut ini tidak sama dengan dagelan Srimulat. Yang ini sangat tidak lucu. Sama sekali.
Anak – anak mereka yang bersekolah di kota, apalagi. Senin sampai Sabtu juga tentu ikut bernasib sama. Apalagi buat anak – anak yang rajin ikut kegiatan di luar sekolah, ekskul, atau mau jalan – jalan ke kota sore – sore. Belum lagi bagi mereka yang memiliki mobilitas tinggi, macam Pak Awek, juragan pengampas cemilan dan kerupuk itu, minimal sepuluh kali melewati jalan yang sama ini.
Maka, selepas percakapan kecil di warung itu, warga desa sepakat untuk memakai hak aspirasi mereka, menuju kantor kepala desa, meminta solusi untuk jalanan rusak itu. Pak kades kaget, tak menyangka topik semacam itu bisa hinggap di otak warganya.
“Seyogyanya,” Pak Kades memulai tanggapannya,” jalan kita ini akan diperbaiki segera setelah kampus benar – benar finish. Itu sekitar satu setengah atau dua tahun lagi.”
“Wah, koq bisa selama itu, Pak? Masak kita harus gledag – gledug selama dua tahun ke depan?” seorang warga yang ditokohkan bertanya.
“ Saya hanya mengikuti prosedur dari atas, Saudara – saudara. Kesepakatan dengan pihak kampus memang seperti itu. Toh, pihak kampus sudah pernah, kan, melakukan tindakan perbaikan, menambal lubang – lubang di jalan waktu ini?”
“Ya, Pak... Tapi yang dipakai menambal hanya campuran pasir dan semen kadar rendah. Hanya bertahan seminggu. Kesannya asal – asalan. Lebih baik tidak ditambal saja sekalian. Kerja mereka malah menambah masalah baru di jalan: Macet!”
Ampun! Pak kades pusing sendiri. Sabar lagi sedikit, kenapa? Dasar penduduk tak tahu arti miasa, menahan diri!
“Ya sudah,” pak kades mencoba mengembalikan wibawa suaranya,” terus, setelah saya katakan duduk perkaranya tadi seperti itu, apakah ada usul dari Saudara – saudara?”
Seorang warga angkat bicara,” Mohon cari lagi kemungkinan bantuan dari pihak kampus, Pak!”
“Anda tahu itu nyaris tak mungkin. Kesepakatan telah ditandatangani di atas kertas.”
Ya, kertas! Sekarang kita dikalahkan oleh selembar kertas 70 gram!
“Setidaknya Bapak bisa menyampaikan kepada siapapun yang berwenang tentang kondisi di lapangan, Pak! Katakan bahwa jalan – jalan kita rusak karena truk – truk pengangkut material kampus itu. Mungkin, mereka akan mengerti jika Bapak sedikit lebih lincah.”
Kata ‘sedikit lebih lincah’ ini jelas menohok harga – diri Pak Kades. Tapi dia masih bisa menahan diri. Di lain sisi, para warga desa makin ambhrol juga pertahanannya. Makin bernafsu menyampaikan keluhan dan rasa gregetan mereka akan situasi.
Pak kades mengalah. Lalu di dalam diskusi yang alot bak Sidang Paripurna di Senayan sana, dicapailah kesepakatan untuk memperbaiki jalan – jalan bobrok itu mulai keesokan harinya. Dananya diambil dari swadaya masyarakat. Para penduduk kebanyakan memaki, mencak – mencak. Ingin perbaikan, dengan biaya minim. Ingin perubahan, finansial tetap tak terganggu.
Warga yang kaya – raya tetap kalem. Menyumbangkan uangnya tanpa banyak bertanya. Yang bergelar kumat kritisnya. Keputusan ini kurang begini dan begitu. Di dalam hati, mereka sebenarnya juga gusar dengan kondisi jalan itu, tapi mereka mesti mengeluarkan tanggapan dan opini sedikit saja. Mereka perlu menunjukkan itu, agar kecerdasan mereka tidak memudar terbawa arus sungai desa.
Sungai di desa J rada gila. Banyak tai-nya. Anda tahu tai? Tai itu tinja, tinja itu berak, hajat hidup orang banyak. Bule – bule bilang tai itu ‘fuck and shit’. Dan, jalanan di desa J memang semenyebalkan fuck and shit.
Tapi tak mengapalah. Sebentar lagi beban menyebalkannya akan sedikit diringankan. Para pekerja bangunan di desa bersemangat mengangkut pasir kali, batu – batu kancing dan semen. Yang lainnya sigap mengaduk – aduk bahan – bahan itu menjadi campuran beton kelas menengah. Ini jelas bukan hot mix seperti yang dijanji – janjikan Pak Kades, menyambung corong pemberitahuan kampus. Tapi, okelah, lebih baik menang tipis daripada dikalahkan telak oleh jalan sontoloyo ini, begitulah pikir warga desa.
Kaum ‘intelektual’ desa juga urun opini, mengkritisi proses rehabilitasi dadakan itu. Bagi mereka, masalah jalanan desa ini adalah sama artinya dengan kolom surat pembaca di media – media massa, tempat nama – nama mereka bisa terpajang, meski terkadang rela saling sikut dan tonjok – tonjokan. Warga desa J tak merasa terganggu. Entahlah, apakah mereka menarik manfaat dari perkataan mereka, ataukah saking lamanya mereka mendengarkan mereka berbicara tanpa jeda menjadikan mereka kebal kata – kata. Atau, mungkin mereka seperti berada di ruang pengap terlalu lama, sehingga lama – lama mulai menikmati kepengapan itu, sehingga lupa dengan adanya udara segar di luar sana.
Pak Gloyoh kala itu tak secerewet biasanya. “Biarlah kerja mulutku digantikan sekarang oleh tanganku,” begitu katanya. Dia ikut turun ke jalan, seperti demonstran yang kali ini di hadapan ketimpangan bertindak efektif.
Di sela – sela isirahatnya, Pak Gloyoh berkata kepada Konce,” Sebenarnya desa kita cukup pinter. Buktinya banyak sarjana – sarjana jebolan universitas – universitas bonafid berasal dari sini. Kau tahu Si Koyok, Si Bocah Ajaib itu? Dia itu Jebolan ITB, lho! Tapi kok, masalah beginian aja kita sudah klenger? Macam negara kita saja, dipimpin sama Ratu Adil dan Satrio Piningit tetap saja kelimpang – kelimpung”.
“Uang untuk rehab jalan dijadikan mainan sama yang ngurus jalan, mungkin begitu. Padahal jalan adalah salah satu syarat mutlak agar pasar bisa berjalan dengan lancar,” Pak Gloyoh Melanjutkan sambil menatap Pak Konce yang sedang berjongkok di sebelahnya, berendam di air sungai desa. Yah, cuaca lagi panas, enggak ketulungan. Uang lagi melompong, tidak bisa membeli es di warung. Terpaksa ke sungai.
“Betul itu, Pak Gloyoh.... Eeekkk...!”
“Jadi itu tadi, yang bagian menghadap kepada Pak Kades sampai realisasi perbaikannya adalah ide saya demi kelancaran roda ekonomi kita ke depan, Pak Konce. Alangkah baiknya kita mewujudkannya, agar tidak tertinggal hanya mimpi.”
Oh, ternyata tak pernah ada demo tentang jalanan... Itu masih berupa rekaan Pak Gloyoh. Tapi siapa tahu suatu saat nanti bisa menjadi masterplan.
“Saya rasa... eekkk... itu sesuatu yang muluk – muluk, Pak Gloyoh.”
“Muluk – muluk bagaimana maksudmu?”
“Yaa... tahulah bagaimana karakter sebagian besar orang – orang di sekitar kita ini, Pak... eekk...”
“Hmm... aku mengerti. Harus diakui, orang – orang kita kebanyakan tidak mau repot, menganggap banyak kepentingan bersama sebagai bukan urusannya dan membiarkan saja apa yang terjadi sekarang seperti ini, sampai bantuan itu datang.”
“Heeehhk... iya, Pak Gloyohaa....”
“Kau tahu, Pak Konce, tanpa kita sadari kita semakin terperosok ke dalam kebiasaan apatis? Yang di atas tak perduli kepada jalan kita karena mereka tak pernah melewati sendiri jalan ini. Jadinya, perbaikan dilakukan begitu mereka ada kepentingan untuk sering – sering keluyuran ke sini ; menengok rumah kaplingan, misalnya,”
“Heee – ekh...”
“ Kita juga di sini apatis, mau saja menunggu seperti kerbau kena santet, tanpa mau memastikan kapan perbaikan jalan akan dilakukan. Aku jadi curiga, jangan – jangan perbaikan dilakukan tahun depan, ketika para caleg berebut simpati massa, dan orang – orang kita yang pada dasarnya memang selalu dibutakan oleh uang mau saja meneken kontrak perbaikan jalan. Caleg haus suara itu lalu mengingatkan bahwa dia-lah yang memegang andil di dalam perubahan besar itu! Huh, tak sudi, aku!” Pak Gloyoh kembali terbakar.
“Heeeee....ehh.... Heeee....hh...”
“Kamu ini kenapa sih? Dari tadi diajak ngomong ‘ha-ah he-eh’ saja?”
“.....Maaf, Pak Gloyoh.... Saya lagi berak!”
“Fuck and shit!”

28 Juni 2011
02:32 A.M.

Minggu, 26 Juni 2011

Bim, Kekasihku, dan Rudyku yang Sendu


“Ada satu hal yang sangat penting yang ingin kukatakan.”
“Katakan saja. Kau tahu aku selalu mendengarkan setiap ucapanmu, sayang.”
“Aku sudah lama tidak perawan.”
“Aku tahu.”
Rudy menatapku lekat. Seakan tak mempercayai tanggapan yang aku berikan. Ya, aku tahu,kenapa tidak? Aku sendiri sudah tidak perjaka sejak masih SMA, aku tidak mau mempermasalahkan itu. Sebutlah saja aku seorang over – modern karena pendapatku ini : biarlah setiap perempuan tidak perawan, namun jangan biarkan harga – dirimu tak perawan lagi. Itu perkara lain.
“Kau tidak berpikir bahwa itu akan membuat perasaanku berubah kepadamu, kan?” aku menggumam pelan.
Rudy menatapku lagi. Aaahh...tatapan itu! Persis seperti ketika pertama kali aku bertemu dengannya. Tatap mata penuh selidik, namun tak mampu menyembunyikan gejolak takjub dan keluguan hati seorang kekasih. Sebentuk senyuman di bibirnya yang tipis mampu memadamkan semangat pemberontakan di dalam diriku, seperti juga dia membangkitkan rasa cinta hampir setiap laki – laki yang beruntung bisa mendekati dan mengenalnya.
Aku melihatnya pertama kali saat udara begitu panasnya mengurung bumi, di antara kegusaran dan amarah meradang di mana – mana. Aku pun saat itu masih tertawan di dalam kehampaan, namun di sanalah dia, Rudyku, di hadapanku – menawarkan kerlingnya yang sejak saat itu mengganggu angan - mimpiku. Lama, pada kemudian hari kenangan akan pertemuan itu menghiasi hari – hari kami bersama, betapa masing – masing hati kami seperti bertemunya kembali jiwa – jiwa merindu sepasang sahabat yang begitu lama terpisah.
“ Aku tahu Rudyku, sayang,” aku mengulangi kata – kataku,” Kenyataan bahwa kau terlalu indah di antara dunia yang rakus dan tak berperasaan memberiku keyakinan bahwa kau selalu diampuni – Nya dalam setiap langkahmu.”
Rudy meraih tanganku. Baru beberapa minggu aku mengenal dan berenang – renang di lubuk hatinya, sepertinya tak ada satu pun ruang tersisa yang luput dari jamahanku. Demi para dewa dan Lucifer, aku berada di dalam posisi rela menyerahkan segalanya kepada dia, Rudy-ku, dan menapaki bumi dan langit dalam kehadirannya.
Dia liar seperti rusa keemasan yang didambakan oleh Dewi Sita, kekasih Sri Rama. Dia perempuan spontan yang, tidak seperti kebanyakan tipikal perempuan sekarang, mengungkapkan setiap kilasan di dalam benaknya seperti adanya. Dia adalah sesosok bidadari di dalam penyamarannya, dia adalah misteri.
Bahwasanya dia adalah bidadari tak pernah sekalipun aku mengingkarinya. Karenanya, bagaimana bisa bidadari bisa berkata nonsens bahwa dia tak perawan lagi? Oh, Rudy, bahkan ketika kulit halusmu bersentuhan dengan kulitku, dan kita bergumul berdua memuaskan gemuruh di dalam dada yang tiada henti bergetar di malam – malam tanpa kehadiran wujud kita, tak pernah kupermasalahkan, misalnya, bagaimana darah dari selaput daramu tidak kunjung mengalir dari tempat di mana dia seharusnya mengalir.

“Sudahlah, Rudy... Jika yang kau maksudkan dengan kata – katamu tadi adalah agar aku gusar dan meninggalkanmu...”
“Tidak – tidak – tidak, sayang”
“Maka pembicaraan perihal ini selesai. Kita telah berjanji untuk saling menjaga hati kita berdua. Aku mencintaimu, apapun yang menjadi masa lalumu seperti aku mencintaimu atas apa yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang, saat kita tak lagi terpisahkan.”

Rudy tercenung di dalam lamunannya. Untuk sesaat, aku seakan terserap masuk ke dalam percakapan – percakapan yang pernah kami buat bersama – beberapa menyenangkan, beberapa menyedihkan, tak satupun yang membosankan. Tak salah lagi, Rudyku pun sekarang pastilah mengenang kembali perjalanan cintanya yang terdahulu, dengan seorang polisi yang masih sepupunya sendiri. Kelaki-lakianku teruji bila kuingat bagaimana dia, polisi pilihan bapaknya itu memaksa Rudyku untuk bersetubuh pada suatu hari yang bagi langitpun adalah suatu perkabungan resmi. Tangan – tangan kekar itu melucuti baju, lalu jeans itu, lalu celana dalam itu, dan dalam ketakberdayaan Rudyku malang harus menerima apa yang belum siap dia terima. Dia berlari dalam tangisan burung dara yang terluka, dengan tatapnya yang pilu menampari muka.

Lalu, Rudyku juga sekarang memikirkan bagaimana caranya menjelaskan kepada Jana, kekasihnya, bagaimana dia telah berpaling hati kepadaku. Kehadiranku yang tak terduga dan tiba – tiba seperti semacam berkah tersembunyi bagi Rudyku, namun petaka bagi Jana. Rudyku, di dalam beribu budi yang telah ditanamkan oleh Jana, untuk sesaat dalam pertemuan denganku nyaris bisa mengentaskan pikiran semacam itu. “Biarkan hatimu yang menentukan pilihan!,” begitu kataku suatu hari, dan Rudyku mengangguk dengan pastinya. Dalam beberapa kesempatan dia bahkan meyakinkanku bahwa tak perduli sudah tiga tahun dia berbagi hidup dengan Jana, hatinya tetap berpaling kepadaku, dan itulah keputusan terakhirnya.

Aku menunggumu, Rudyku, dalam ketabahanku. Aku menciumi dan merengkuhmu di antara bayang – bayang peluk dan cium Jana, di antara sebersit gerak – gerik polisi sialan itu, di antara laki – laki lain yang pernah ada di ruang sukmamu yang selalu riuh menantikan belaimu.

-----

“Aku sudah tidak perjaka lagi,” katanya.
“Hah? Benarkah? Bagaimana bisa?,” aku kaget.
Bim tersenyum. Ada kilatan kebanggaan bersemi di antara senyum kekanak – kanakannya.
“Ya, tidak ada yang salah yang tadi kubilang itu, aku sudah kehilangan keperjakaanku, tepat pada usiaku yang ketujuhbelas,” Bim tertawa,” Nih, lihatlah, noda darahnya menjadi bukti paling otentik !” Bim menjulurkan sedikit ujung kain celananya kepadaku. Buset! Kejadiannya baru tadi ya? Gila! Bim itu orangnya pengecut luar – biasa masalah beginian. Setan mana yang berhasil merayunya, tumben bisa nekat menurut ukurannya? Ah, aku tahu! Pasti Nita, gadis satu sekolahnya yang selalu sepanjang waktu dia ceritakan kepadaku.
“Nita. Di kamar mandi,” Bim bicara seolah dia berpikir aku penasaran.
“Kau gila, kau tahu itu? Kita sudah sering membicarakan ini, dan berkali – kali aku bilang: ‘Jangan melangkah terlalu jauh!’ Kau tak aku persalahkan, anyway.”
“ Yah, aku tak bisa menahannya, dan sepanjang yang aku rasakan, dia juga begitu.”
“Bagaimana dengan bapaknya yang galak seperti bulldog? Aku masih ingat berkali – kali kau bercerita tentang berbagai makian dan teror yang kau terima karena kau menjalin hubungan dengan Nita. Ada yang mestinya kau pikirkan, Bim. Orang tua yang memiliki sebentuk intan permata seperti Nita akan sangat murka jika mengetahui kejadian ini.”
Bim termenung, menatapi lekat – lekat noda merah yang menembusi celanannya.
Tak ada yang salah dengan sikapmu. Ya, Bim, aku berada di pihakmu. Dalam beberapa hal kita sepaham. Saat percik – percik rasa cinta mengunjungi hatimu suatu saat, tak ada satupun yang berhak menghalangi laju hidupnya, itu adalah kejahatan. Karena itulah aku selalu bercerita kepadamu bagaimana remuknya sekujur jiwa – ragaku saat kisah cintaku dengan Yusi harus berakhir karena bapaknya menganggap aku masih kelas babi, belum bisa mencari makan sendiri. Dan, Yusi – ku terlalu statis untuk bisa menerima ide – ideku tentang ‘runaway,’ atau ‘jangan membunuh benih cinta yang terlanjur bersemi’ dan ide – ide sentimentil lain yang menurutku benar untuk dilakukan. Yusiku akhirnya pergi, menyisakan asa yang tak menentu di dalam diriku. “Selalu akan ada yang lebih baik daripada dia,” sejak saat itu aku sering berkata begitu kepada diriku sendiri sepanjang hari.
Kadang aku bercerita kepada Bim betapa aku bosan dengan situasi yang terus – menerus berdatangan seperti deretan kartu mati yang menjadi bagianku. Selepas Yusi, ada yang lainnya lagi yang, seperti keyakinanku, lebih baik daripada yang sebelum – sebelumnya, meski tetap harus berakhir juga.
Sial! Ada saatnya aku benar – benar frustrasi dan ingin mengakhiri saja permainan kartu – kartu brengsek ini, secara literal. Tapi aku tak bisa. Kalaupun aku bisa, norma – norma melarangku untuk melakukannya. Terlebih lagi, keinginan untuk selalu membahagiakan ibu dan bapakku selalu mampu mengembalikan sekeping akal sehatku kembali ke tempatnya.
“Begitulah hidup. Setidaknya hidupku,” pernah aku berkata seperti itu kepada Bim, “Kau tak pernah tahu apa yang menyebabkan segalanya seperti tak adil bagimu, padahal demi Tuhan kau telah mencoba melakukan yang terbaik sepanjang waktumu. Hidup terkadang seperti anomali, aneh dan absurd, tapi percaya saja, segalanya selalu kembali kepada satu hukum keseimbangan.”
Bim, kau tak tahu aku pernah berhadapan muka langsung dengan ayah Nita, dan dengan cara tertentu dia mengingatkanku kepada ayahnya Yusi, mantan kekasihku.
“Tolong jauhkan adikmu dari anakku!” begitu katanya waktu itu. Selain karena dia ‘masih terlalu muda untuk memasuki dunia yang namanya cinta’,(haha... dia ‘baru’ tujuhbelas tahun!) ayah Nita sepertinya telah merencanakan sesuatu perihal dunia dewasa Nita nanti. Tak bisa diganggu lagi.
Maka begitulah. Nita dengan sembunyi – sembunyi tetap menjalin kasih dengan Bim. Setelah kejadian pengoyakan virginitas itu, mereka malah makin menjadi – jadi. Aku, bagaimanapun, menjadi saksi bisu akan bagaimana mereka melewati hari bersama – sama. Mereka bercinta di dalam kamar, kadang mengerjakan laporan – laporan sekolah bersama, saling berjanji bertemu di taman kota, sambil di lain sisi mesti menghindari agar jejak mereka tak terendus oleh ayah Nita.
Itu sesuatu yang masih normal kita temukan jaman sekarang, kan? Katakanlah ini adalah sesuatu yang telah melebihi batas kewajaran, maka aku dengan sukarela akan mencarikan sampel bentuk hubungan ABG yang jauh lebih ekstrim lagi daripada itu.
Aku tertawa di antara mereka karena bagaimanapun mereka seakan menyatakan cerita laluku sendiri yang tertunda. Setiap canda, derai tawa, isakan merajuk, rencana – rencana indah, kadang ungkapan – ungkapan keluguan seorang anak kecil, semuanya mengingatkanku kepada diriku sendiri.
Seperti juga pertengkaran – pertengkaran yang kadang menyambangi. Saat dua orang mulai merasa sudah saling mengenal lebih dekat, ada semacam ego spontan yang ingin melesak keluar. Begitulah, setelah hampir satu tahun menjalani kasih – mengasihi dalam ketersembunyian, Nita terbawa emosinya dan bersumpah tak akan mau lagi bertemu dengan Bim-ku.
Bim-ku sedih tiada terkira. Sepanjang hari dia menyendiri. Kadang dia tak ingat makan, dan sering merenungi diri di dekat pantai.
“Sudahlah, Bim, mestinya dia akan kembali kepadamu. Kalau tidak sekarang, ya suatu saat nanti,” aku menasehati, lalu keluar juga kalimat klise itu,” Kalaupun dia tak kembali, yang lebih baik daripada dia akan datang di dalam hari – harimu.”
Bim-ku masih terdiam. Aku memasuki alam kemurungannya dan tertusuk juga di dalam. Ah, Bim, jiwamu masih terlalu muda untuk merasakan sakitnya patah – hati. Kau akan belajar, kau akan belajar.

-----

Malam berkabut. Kurasa jam hampir menunjukkan pukul sepuluh. Jalanan yang kulalui sepi, penuh tikungan dan lubang – lubang yang terasa bersekongkol untuk meremukkan tubuh dan motorku. Beberapa kali ban sepeda motorku harus terperosok ke dalam lubang di jalan yang tak kentara karena penerangan jalan menghalangi sudut pandangku. Genangan air hujan yang berlumpur juga memperparah situasi.
Hujan deras menyusupi jas hujan yang kukenakan, menusuk – nusuk muka dan tanganku, seperti ribuan hujaman batang jarum.
Rudy, ke sanalah aku menuju. Dalam sepi penantianku akan keputusan cintamu, aku terbakar derita tiada henti, memikirkan segala tentangmu. Aku ragu. Takut. Jangan – jangan kau akan lepas dari pandangku, selamanya.
Dan di sanalah kau, berdiri dalam keanggunan yang menawanku, di depan gerbang rumahmu, tempat dimana ayahmu pernah bertukar senyum kepadaku, sebelum dia tahu aku bukan sekedar temanmu.
Berbulan aku menantikan kepastianmu, dan tiada pernah datang yang kutunggui. Oh, Rudyku, kiranya belenggu itu begitu erat mengikatmu. Kau harusnya percaya bahwa tangan – tangan tak terlihat sedang mengikatmu, agar ego masing – masing yang mengikatmu tetap terjaga. Bagaimana harus kujelaskan bahwa ada kuasa hebat yang mempengaruhi benakmu, menyetir di belakang logikamu, dan di lain sisi berusaha menjauhkanmu dariku? Bagaimana caranya agar engkau mengerti bahwa aku mengatakan ini karena begitu murni dan tulusnya aku ingin selamanya hidup bersamamu, alih – alih karena aku mencari – cari pembenaran atas segalanya?
Lampu depan telah padam. Bayangan lampu jalan menyinari sedikit wajah putihmu yang mungil dan haru. Kuseret juga langkahku kepadamu. Hatiku remuk, Rudy-ku.
“Baiklah, aku yang pergi,” kataku, “Namun percayalah, segalanya akan jelas pada waktunya. Aku yang mengalah, bukan karena aku menyisakan sedikit perasaan bersalah kepada Jana, ayahmu, atau siapapun. Aku meninggalkanmu dalam kasihku kepadamu.”
Ya Tuhan, Rudy-ku... Jika aku masih mempertahakanmu dan bersikeras menuntut janjimu, kau akan meregang dan terbelit di dalam ikatan – ikatan itu. Jana yang sedari awal menjalankan black – magic-nya kepadamu, begitu juga dengan ayahmu yang terjerat dalam arus kasih sayang yang begitu salah kepadamu. Juga ibumu, juga Indra, mantan kekasihmu yang tak pernah rela kau tinggalkan.
“Kumohon, bertahanlah, sayang. Aku tak mau kehilangan kau..”
Tidak. Aku menciumi Rudy-ku dan berpaling pergi.
Bersama dingin yang menusuk, aku menyusuri lagi jalan menuju pulang. Jalan – jalan sepi ini serasa asing bagiku, tak perduli sudah berapa kali telah kulewati bersam Rudy-ku. Bayang – bayang malam menampilkan fragmen – fragmen kecil di dalam hidupku yang berawal dengan indah dan sucinya, lalu badai datang menghardik bersama berlalunya senja.
Aku terbayang Bim-ku sayang, detik – detik terakhir kita bersama, dia berbicara tentang kebijakan, tentang cahaya pagi yang datang menggantikan malam. Tentang Tuhan yang baik, yang selalu tergugah melihat manusia teraniaya sesamanya. Di dalam malam yang hening beginilah dia mengatakan semua itu.
Juga, di dalam malam hampa begini, Bim-ku mengisyaratkan sakit yang mencekam, kerudung hitam dan nyanyian burung gagak. Wajahnya makin tergambar jelas kini, seolah dia ada di hadapanku, dan dia membuat air mataku menetes sia – sia bersama hujan yang tak juga mereda. Kulihat Bim termenung di bibir pantai, satu tahun lalu, tak kuasa menahan derita perpisahan, lalu pulang dengan rasa hampa.
Kulihat Bim, terbaring sebentar, dalam ketidakhadiranku, mencari kebijakan yang bisa meredakan amarahnya. Oh, seandainya aku ada di sana. Dia menatapi botol racun di genggamannya itu! Dia menatapnya dengan mata penuh amarah! Dan, aku tiba di hadapannya saat segalanya telah terlambat. Bim-ku hilang tiada kembali.
Bim, jiwamu masih terlalu muda untuk menanggung cengkraman takdir.

-----

Bim-ku, seperti juga Rudy-ku, terikat di dalam jerat yang sama, oleh dunia yang sesekali tak pernah aku percayai ada, namun kadang tampil begitu nyata.
Bimku sayang, kau tidak pernah membunuh dirimu sendiri. Kau dibunuh.


22 Juni 2011
3:14 am.

Minggu, 29 Mei 2011

Anjing

Namanya Ringo. Dibeli di Kintamani, tempat yang secara khusus telah terkenal dengan anjing – anjingnya. Bongki senang bukan kepalang. Baginya, terlepas dari memelihara anjing bukanlah hobinya, setidaknya dia bisa menunjukkan kepada dunia bahwa dia mampu membeli seekor anjing remeh seperti membeli jajanan lima ribuan rupiah.

Kiranya bertambah pula penegasan dirinya di mata masyarakat kelas elit, kelas yang Bongki percayai telah berhasil dia daki dan taklukkan sedari dulu, sejak kehadiran Ringo. Jabatan di pemerintahan yang didapatnya dengan katrolan ratusan juta, mobil mewah yang segera akan lunas masa angsurannya, rumah hunian dengan terali tinggi yang angkuh, kaku, dan memaksakan mata yang melihatnya agar maklum akan apa yang ada di baliknya, istri yang didapatkan dengan cara black magic, semuanya semakin menambahkan bongkah – bongkah permata bagi perhiasan yang dalam kesadaran penuh ditebarkan oleh Bongki,yang empunya perhiasan.

Namun, pandangan setiap orang tidak bisa diseragamkan. Aku percaya ada ketertarikan yang pasti di dunia ini. Segala perihal menarik perihal lainnya yang serumpun. Harum kuntum mawar menarik indera lebah, laron tertarik gemerlapnya cahaya, be guling menarik buyung bangke, begitulah kira – kira.

Dan anjing ini? Apa yang ditariknya dari sekitarnya? Tubuhnya yang kecil – mungil tentu membuat hampir setiap orang yang melihatnya menjadi gemas. Kiranya demikianlah kodrat yang telah digariskan untuk ras anjing: untuk dicintai manusia pada masa mudanya, dan setia kepada tangan – tangan yang memberikannya makan. Kenyataan bahwa hampir semua anjing – anjing itu terlupakan, jika tidak tersingkirkan saat kudis dan kurap mulai menggerogoti badannya hampir menjadi klise dan kodrat akhir bagi sang anjing.

Lalu waktu berjalan merayap. Ringo pelan – pelan makin terabaikan. Tempatnya yang pernah berada di posisi terhormat mulai tergantikan oleh pangkat Bongki yang makin meninggi, sanjungan – sanjungan semu namun sangat berarti bagi Bongki, dan juga adanya interpretasi – interpretasi Bongki yang baru tentang prestise dan harga diri, yakni pergaulan dengan para pemegang kekuasaan, penguasa – penguasa yang sama dengan dirinya, tidak pernah merasa benar – benar berada di dalam puncak sesuatu. Jelas aku perhatikan semua perubahan itu, bahkan jauh sebelum Ringo ada di sana.

Bongki sudah tak seperti dulu lagi, pagi – pagi buta biasanya dia menyeduhkan susu dan menyiapkan roti atau daging buat Ringo. Terkadang, jika waktu memungkinkan, Bongki juga membawa Ringo berjalan – jalan di sekitar perumahan, sambil menunjukkan tampang kebangsawanannya yang tersohor itu. Dan kini, Ringo bahkan harus mengais tong – tong sampah di jalanan dalam keputusasaan.

Aku melihat dari jendela kamarku, Kadang meludah, kadang memaki di dalam hati. Ini kisah ironis yang menunjukkan dirinya setiap hari dan berjalan tepat di depan mataku. Mati sajalah kau, anjing… begitu suara getir di dalam benakku. Makin hari makin bertalu saja kata – kata itu. Makin menggema, merayu tanganku untuk melakukan sesuatu.

Jadi, pada satu hari yang kupilih secara acak, aku benar – benar membunuh anjing itu.

Dan waktu berjalan sewajarnya. Tak ada protes, kecuali dari pihak keluarga Bongki. Selebihnya tidak. Orang – orang pun tidak terlalu perduli.
“Anjing bukan ukuran bagi apapun; Secara prinsipil, kehadirannya memang diperlukan pada masa mudanya, selebihnya tetap bukan apa - apa” demikian kata salah seorang yang mengaku dirinya masyarakat.

Aku pikir, anjing itu, saat mudanya menarik hati. Namun, ketika mulai beranjak dewasa mulai mengikuti naluri rimba. Menggontok anjing – anjing lain yang lebih lemah daripadanya. Bahkan dia juga pinter, seperti tahu strategi perang, untuk mengalahkan lawannya yang dia rasa lebih kuat dia mengajak kawan – kawan anjingnya yang lain untuk bersekutu. Sinting.

“Anjing, asu, suka menjilat, tidak tahu malu dalam meraih sesuatu. Apapun akan dilakukannya untuk memenuhi rasa laparnya akan tulang – belulang. Bahkan, jika terpaksa, disuruh makan tai pun dia mau. Tak ada rasa malu.”

Nah, sampeyan tahu anjing laknat ini penuh dengan tipu – daya. Kalian tahu dia ini kehampaan tak berguna. Bahkan ketika masih laten, masih berupa wujud tanpa raga, aku tahu.

Sampah. Karena itulah aku menyingkirkannya. Meski rasa berdosa ini akan menghantuiku sampai ke liang lahatku, setidaknya aku merasa mewakili sebagian dari pikiran – pikiran kalian yang mungkin tak akan keluar saat anjing itu masih ada dan berbicara di hadapan kalian, menunjukkan diri sebagai hantu sepanjang hari.

Jadi, begitulah.Bongki dikuburkan hari ini. Masyarakat mengantarnya ke pengasingan terakhir dengan wajah tenang – hampa. Ringo juga ada di sana, berdiri di samping pusara, untuk kemudian pergi mengembara, entah kemana lagi mencari makna baru bagi hidupnya.

Aku masih di sini, di sudut jendelaku. Dingin, beku, ingin pergi ke dalam kegaiban. Aku memohon kepada Tuhan, namun Dia tidak mengijinkan.

[DeJa]

Sabtu, 26 Maret 2011

APAKAH SEGITIGA ACAK ITU LANCIP ATAU TUMPUL?

Oleh Gilbert Strang
Professor Matematika
Massachusetts Institute of Technology


Blossom Module 1
Random Triangles


Hai! Saya Gilbert Strang. Saya mengajar di MIT. Sebagian besar yang saya ajarkan adalah aljabar, vektor dan matriks. Saya suka mata kuliah itu! Hidup saya saya abdikan untuk mengajarkan aljabar kepada dunia. Salah satu cara untuk menyebarkannya kepada orang – orang adalah melalui kuliah terbuka. MIT telah menyediakan 2.000 pelajaran yang tersedia di web yang alamatnya adalah untuk kuliah terbuka. Dan sekitar 12 hingga 15 dari kuliah ini menyertakan pula mata kuliah berbasis video, termasuk juga aljabar linear. Jadi banyak orang menyaksikannya. Saya harap Anda menyukainya.

Topik saya hari ini lebih cenderung ke geometri daripada aljabar. Pertanyaan untuk hari ini bertujuan untuk memecahkan permasalahan: apakah segitiga acak itu lancip apa tumpul? Pertama, mari kita mengingat apa arti kedua istilah itu, lancip dan tumpul. Jadi ini sedikit gambar. Yang ini segitiga lancip. Semua sudutnya di bawah 90, kurang dari 90. Yang ini segitiga tumpul, dimana salah satu sudutnya lebih besar daripada 90. Pertanyaan saya adalah, yang manakah yang lebih banyak jumlahnya, yang mana yang lebih umum? Baiklah saya bertanya kepada Anda. Jika Anda berpikir tentang segitiga, hanya segitiga, bayangkan satu di dalam pikiran Anda, apakah itu lancip apa tumpul? Angkat tangan Anda untuk yang membayangkan segitiga lancip. Well, saya tak melihat ada yang mengangkat tangan, tapi saya akan terkejut jika segitiga lancip tidak menjadi mayoritas. Yang lain mungkin berpikir tentang segitiga tumpul, itu sudah pasti mungkin saja.

Pertanyaannya adalah, apa yang menentukan segitiga itu lancip atau tumpul? Kata yang penuh muslihat, acak. Apakah segitiga acak? Itu kemungkinannya yang lain. Kenapa saya tidak menempatkan itu juga di dalam pertanyaan saya. Menurut saya kemungkinan untuk segitiga siku – siku adalah nol. Mengapa saya katakan kemungkinan untuk segitiga siku – siku dan saya mencari kemungkinan untuk kedua segitiga ini (lancip dan tumpul) yang merupakan probabilitas positif. Dan pertanyaannya adalah apakah itu? Terima kasih!

Blossom Module 2
Random Triangles


Hai lagi. Jadi tadi saya meninggalkan Anda dengan gambar segitiga lancip dan segitiga tumpul dan saya menggambarkan pula segitiga siku – siku, mengatakan bahwa kemungkinannya adalah nol di sana. Ini seperti kemungkinan dari jika Anda mengambil angka desimal secara acak, berapakah akar kuadrat dari 2. Menurut saya sudut siku – siku tepat berada di sudut 90, dan kita tidak mengharapkan untuk tepat mengenai sudut itu secara tepat. Tapi bagaimana dengan kedua kemungkinan ini?

Jadi inilah pertanyaan kita : lancip atau tumpul? Saya punya paling tidak dua cara untuk menentukan ini. Yang pertama dengan cara memikirkan sudutnya itu sebagai sudut acak. Yang kedua, yang mampu memberikan jawaban yang berbeda, yakni dengan memikirkan sudut yang dipilih sebagai sudut acak.

Ambillah tiga titik, hubungkan ketiganya dengan segitiga dan tanyakan,”Apakah segitiga itu lancip atau tumpul?” jadi ketika saya mulai berpikir tentang ini, saya berpikir mengenai satu pendekatan yang sekarang saya tidak sukai. Tapi biar saya katakan saja apakah itu. Satu cara untuk melakukan itu adalah memulai dengan membuat satu garis, kita bisa membuatnya horizontal. Tanyakan satu hal,”jadi sekarang saya punya dua sudut, satu, dua, dan di manakah harus saya taruh sudut ketiga sehingga segitiganya lancip atau tumpul?” Jika sudut ketiga bisa di mana saja secara acak, daerah mana yang akan memberi saya segitiga tumpul? Well, saya akan menaruh sepasang garis di sini dan Anda dapat melihat bahwa jika titiknya ada di sini, maka segitiganya menjadi tumpul. Jika saya menghubungkan ketiga titik ini, maka akan terbentuk segitiga lancip. Jadi, kita mendapatkan sedikit ruang dimana sudut ketiga akan membentuk segitiga lancip. Namun keseluruhan yang di sini, jika sudut ketiga tidak ditempatkan di sana, semua segitiga yang terbentuk adalah segitiga tumpul.

Tapi semua yang di sebelah sini, jika sudut ketiga tidak berada di sana, misalnya jika yang ketiga saya taruh di sini, sehingga terbentuk segitiga, maka terbentuk segitiga lancip. Tapi semua yang di sini adalah segitiga tumpul. Saya rasa saya melihat bahwa dari gambar ini kelihatannya segitiga tumpul menang secara keseluruhan. Maksud saya, ruang bagi segitiga tumpul lebih luas. Dan jika Anda benar – benar memahami lingkaran dalam geometri Anda mungkin juga menyadari jika titik ketiga berada di sana, maka saya akan mendapatkan sudut yang besar. Jadi, bahkan di dalam bidang wilayah sudut lancip pun terdapat area segitiga tumpul. Mungkin jika titik ketiga itu berada di dalam setengah lingkaran ini, maka sudutnya akan lebih besar daripada 90. Jadi ini adalah wilayah segitiga tumpul di antara wilayah segitiga lancip. Tapi wilayah segitiga tumpul jauh, jauh, lebih besar lagi. Saya tak tahu bagaimana caranya menghitung seberapa jumlahnya.
OK. Saya akan mulai lagi degan membahas sudut acak. Tiga sudut dipilih secara acak. Dan saya akan memberikan nama latin untuk ketiga sudut – sudutnya yakni alpha, beta dan gamma. Dan apa yang kita ketahui? Kita tahu bahwa alpha plus beta plus gamma sama dengan 180. Semuanya sama, bukan? Alpha plus beta plus gamma jika dijumlahkan maka kita selalu mendapatkan nilai 180.

Sekarang saya ingin berpikir. Bagaimana saya bisa mendapatkan gambaran kemungkinan di sini, alpha, beta, gama, yang jika dijumlahkan besarnya 180? Well, bagi saya ini adalah persamaan linear. Ketika saya berpikir tentang persamaan linear saya berpikir tentang kemampuan membuat garis, membuat gambar. OK. Jadi di sini saya mendapatkan arah alpha, seberapa besar sudut alpha itu. Lalu beta dan gamma. Dan saya ingin menggambari ruang 3 dimensi ini, lalu menggambar semua sudutnya. Ketiga – tiganya harus lebih besar atau sama dengan nol, tentu saja, untuk mendapatkan jumlah 180. Sebagai contoh, kombinasinya adalah 60-60-60 – sehingga terbentuk segtiga sama sisi.

Sekarang bisakah Anda memikirkan kemungkinan lainnya? Well, ini adalah aljabar linear. Sekarang ingatlah apa yang telh Anda pelajari dari aljabar linear dan lalu saya ingin mengatakan seperti apakah gambar ini kelihatannya dan memikirkannya. Apa yang Anda ingat tentang aljabar linear? Well Anda ingat persamaan seperti x+y=4, itulah aljabar linear. Kita hanya berada dalam 2 dimensi. Ijinkan saya sedikit menggambar. X+y=4 berjalan melalui titik (4,0) dan (0,4). Semua titik di dalam garis itu menyelesaikan persamaan itu. Nah, dari sana saya ingin Anda beralih ke 3 dimensi. Aljabar linear bisa berdimensi sepuluh, tidak masalah. Aljabar linear sangat luar biasa di dalam sepuluh dimensi. Tapi di sini ada satu garis dan lalu Anda mungkin ingat persamaan lainnya, seperti x-y=0 atau yang lainnya. Akan ada titik yang berpotongan yang menghubungkan x dan y. itulah yang Anda ingat tentang aljabar linear. Dua persamaan, dua variabel yang tidak diketahui, dua garis, satu jawaban. OK.

Tapi sekarang kita di atas sini. Apa yang saya dapatkan? Pertanyaan terakhir untuk segmen ini, pertanyaan kunci untuk semuanya: bagaimana gambar dari kesemua titik yang memenuhi alpha plus beta plus gamma sama dengan 180? Ijinkan saya memberikan jawaban saya mengenai hal ini. Ini seperti berpikir secara nyata. Bagi saya hal ini mewakili bangun ruang. Bangun datar di antara ruang 3 dimensi dan bahwasanya bangun ruang ini terbentuk melalui titik 180 di mana alpha = 180 dan beta serta gamma = 0. Bisakah Anda membayangkan gambarnya? Saya akan menampilkan sedikit demo pada segmen selanjutnya sehingga Anda dapat melihatnya. Bagi saya, terdapat bangun ruang di sana dan melalui ketiga titik itu, ruang asal yang seperti berada di belakang bangun ruang itu berada di sana. Jadi inilah ujung bangun ruangnya dan inilah segitiganya. Itulah yang tepatnya saya cari – cari. Terima kasih!

Blossom Module 3
Random Triangles


Hai! Jadi sekarang kita kembali ke segitiga yang mahapenting ini. Ingatlah bahwa segitiga ini adalah bidang. Semua titik – titik ini di dalam 3 dimensi memenuhi persamaan ini. Ketiganya, alpha, beta dan gamma bila dijumlahkan menjadi 180. Yang paling ujung dari segitiga ini akan seperti alpha 180, serta beta dan gamma yang masing – masing bernilai 0. Jadi Anda dapat katakan bahwa segitiga ini sepenuhnya rata. Ini seperti satu sudut nol, satu sudut nol, dan satu sudut lainnya 180. Tetapi bila saya memindahkannya ke dalam.... Well, biar saya tinggal di bagian luar tapi bergerak sedikit saja. Ini titik yang cukup penting. Titik ini seperti setengah jalan menuju kemari, maka saya akan katakan itulah titik dimana juka gamma masih tetap bernilai 0 karena saya masih berada di dasar, saya tidak mendapat ketinggian di sini tapi saya sedang menuju ke sana, ini akan menjadi segitiga 90/90/0. Lagi, dengan sudut nol, segitiganya sedikit rata. Jadi titik – titik yang berada di dalam yang menarik bagi saya. Dan untuk menggambarkannya dengan lebih baik, saya punya sesuatu yang benar – benar 3 dimensi. Tentu saja masalahnya adalah papannya hanya berupa dua dimensi.

OK. Jadi ini arah alpha, beta, dan gamma dan sekarang saya akan menaruh satu bidang dan saya akan menaruhnya seperti yang digambarkan di papan. Anda lihat ini mengacu kepada 180 untuk gamma, 180 untuk alpha, 180 untuk beta, kenyataannya yang tertulis di sana adalah persamaan, persamaan terpenting kita yakni jumlah sudut – sudutnya = 180.

Jadi inilah titik – titik di dalam segitiga yang akan saya ambil secara acak. Dan keetika saya mengambil titik acak saya ingin tahu apakah itu titik lancip atau tumpul? Segitiga apa yang berhubungan dengan titik – titik itu? Well, jika titiknya berada di mana saja di bawah sini, alpha-nya besar, pastinya lebih besar daripada 90 di bagian sudutnya. Jadi terdapat daerah di sini dimana semua titik berhubungan dengan segitiga tumpul karena titik – titik itu berada di bawah sini di bagian sudut. Alpha lebih besar daripada 90. Tapi kemudian terdapat titik di mana alpha tepat bernilai 90. Ini adalah segitiga siku – siku dimana alpha-nya tepat 90 Dan ini harus berjumlah satu. Dan jika saya memotong ini menjadi dua bagian, dimana yang satu adalah 90 dan yang lainnya juga 90, saya rasa, saya harap Anda setuju dengan saya, bahwa ini adalah alpha yang besar dan alpha yang ke arah sana lebih kecil. Jadi alpha yang besar mempunyai peluang yang pasti, adalah ukuran dari yang lebih kecil ini yang dibandingkan dengan keseluruhan. Tapi sekarang beta juga bisa besar. Jadi terdapat pula sudut di sini di mana segitiganya tumpul karena beta lebih besar daripada 90. Well, di sini beta tepat 90. Jadi terdapat garis di sini. Hal yang menarik di dalam aljabar linear adalah segalanya lurus. Tak ada perihal kalkulus! Jadi di sana saya punya sudut tumpul akibat beta yang besar.

Dan akhirnya saya ingin memnunjukkan kemungkinan bahwa gamma itu besar, sebesar 180, 150, 120, atau 90, akan ada di sana. Jadi terdapat segitiga tumpul ketika gamma terlalu besar. Dan apa yang tertinggal adalah daerah di mana kesemuanya itu di bawah 90 dan itulah segitiganya. Itulah segitiga dalam. Jadi saya siap menanyakan kepada Anda sebuah pertanyaan. Saya tunjukkan kepada Anda gambar yang sama di sini di dalam model kita di mana Anda melihat kepingan – kepingannya. Dan tentu saja yang itu adalah yang saya katakan memiliki kemungkinan = 0, yakni segitiga yang di kanan dimana saya berada di ujung antara segitiga lancip dan tumpul. Bagaimana jawabannya sekarang? Fraksi mana yang lancip? Fraksi mana yang tumpul? Saya akan kembali dengan jawabannya , tapi Anda bisa mencari sendiri jawabannya. Terima kasih!

Selasa, 22 Maret 2011

Narsis


Narsisisme adalah istilah yang diperkenalkan oleh Havelock Ellis pada tahun 1898. Istilah ini sendiri berasal dari kata Narsiccus, legenda Yunani, karakter yang jatuh cinta terhadap sosoknya sendiri di dalam cermin. Di dalam psikoanalisis, menurut Sigmund Freud, narsisisme dipandang sebagai sesuatu yang normal dalam perkembangan anak. Setelah melewati masa pubertas, jika narsisisme ini muncul kembali maka dikatakan individu tersebut mengalami narsisisme kedua, dan ini mengindikasikan energi libido yang diarahkan secara eksklusif terhadap diri sendiri. Narsisme kedua ini dianggap tidak normal karena di dalamnya terkandung kecenderungan untuk memanfaatkan orang lain dan mengeksploitasi.

Dalam kadar tertentu narsisisme dianggap normal, dimana seseorang memiliki kecintaan terhadap diri sendiri dan aspirasi realistis. Kondisi ini menjadi tidak normal lagi, dan dapat didiagnose sebagai gangguan kepribadian, saat gejala itu secara signifikan merusak fungsi sosialnya. Individu yang mengalami gangguan kepribadian narsistik ini cenderung menyimpan perasaan merasa penting dan unik secara berlebihan. Dia terlalu sering asyik sendiri tenggelam di dalam fantasinya tentang atribut dirinya dan potensinya untuk sukses, dan biasanya bergantung kepada orang lain untuk menguatkan gambaran diri yang dia bayangkan itu.

Seseorang yang narsis cenderung menemukan kesulitan mendapatkan hubungan interpersonal yang sehat (dengan orang lain), karena berakar dari kurangnya rasa empati dan kecenderungannya yang suka mengambil manfaat dari orang lain akibat ketertarikannya terhadap ‘penaikan harga – diri.’ Gejala narsisisme ini juga sering ditemukan bersamaan dengan gangguan kepribadian antisosial.

Mitologi Narsisus


Di kota Thebes hiduplah seorang peramal yang amat terkenal. Tiresias namanya. Ramalannya selalu tepat. Banyak orang datang kepadanya minta ramalan, petunjuk, dan nasihat.

Adalah peri, mempunyai anak laki-laki bernama Narsisus. Peri itu bertanya pada Tiresias, apakah anaknya dapat hidup sampai tua. Peramal itu menjawab, “Bisa, asal ia tidak pernah mengenal dirinya sendiri.”

Sampai lama sekali, ramalan itu seakan-akan tidak mempunyai arti apapun.
Ketika Narsisus berumur enam belas tahun, ia disukai oleh banyak anak muda dan dicintai oleh banyak gadis. Tetapi ia terlalu sombong, tidak mau memperhatikan orang lain.

Sekali peristiwa, ketika ia bersama teman-temannya sedang memburu seekor rusa, peri Ekho melihatnya. Ekho tidak dapat bercakap-cakap, tapi juga tidak dapat berdiam diri kalau ada orang sedang bercakap-cakap. Ia hanya dapat mengucapkan kata-kata terakhir kalimat yang diucapkan orang lain. Ini akibat kutukan Yuno. Konon Yuno sangat marah kepada Ekho, karena Ekho mengajak berbicara terlalu lama untuk mengorek keterangan apa yang sedang dilakukan oleh suami Yuno, Yupiter.

Ketika dilihatnya Narsisus berjalan-jalan di dalam rimba, Ekho jatuh cinta. Dengan sembunyi-sembunyi ia mengikuti jejak Narsisus. Betapa besar keinginannya hendak mengajak berbicara dan membisikkan kata-kata yang lembut ke telinga Narsisus. Tetapi hal itu tidak dapat dilakukannya. Ia tidak mampu berbicara terlebih dahulu. Ia hanya dapat menunggu sampai Narsisus berbicara, lalu mengikuti dengan kata-katanya sendiri.

Pada suatu ketika, Narsisus terpisah dari teman-temannya. Ia pun berseru, “Apakah ada orang di sini?”

Ekho menjawab, “Di sini!”
Narsisus melihat ke sekeliling dengan heran. “Datanglah kemari!” teriaknya.
Sahut Ekho, “Datanglah kemari!”

Sekali lagi Narsisus memandang ke sekeliling dan seorang pun tak ada yang muncul. Ia berseru lagi, “Mengapa engkau menghindari aku?” Sekali lagi kata-kata yang sama terdengar olehnya. Ia berdiri tegak dan berdiam diri, bertanya dalam hati, suara siapakah gerangan itu. Lalu ia berseru, “Mari kita bertemu di sini!”

“Bertemu di sini!” jawab Ekho, lalu keluar dari tempat persembunyiannya, menghampiri Narsisus. Ingin sekali ia berdampingan. Tetapi Narsisus lari, sambil berseru, “Jangan sentuh aku! Lebih baik aku mati sebelum engkau menyentuh aku!”

“Sebelum engkau menyentuh aku!” sahut Ekho. Dan Ekho pun tidak dapat berbicara lebih lanjut. Cintanya ditolak. Hal itu dirasakannya sebagai penghinaan. Ia bersembunyi di hutan. Ditutupinya wajahnya yang kemerah-merahan karena malu dengan dedaunan. Kemudian ia hidup sendiri di gua-gua. Cintanya tak padam. Bahkan semakin menyala karena ditempa oleh kesedihan. Karena kurang tidur dan dirundung sedih, badannya semakin susut. Ia makin kurus. Semua zat yang mengandung air di dalam tubuhnya menguap ke udara. Hanya tinggal tulang-tulang dan suaranya. Suaranya masih tetap kedengaran. Tulang-tulangnya menurut cerita orang telah berubah menjadi batu. Ia tetap bersembunyi di hutan-hutan dan tidak pernah terlihat lagi di bukit-bukit. Namun semua orang dapat mendengar suaranya. Suaranyalah yang masih hidup.

Bukan Ekho saja yang telah dihina oleh Narsisus. Juga pemuda-pemuda temannya sendiri. Akhirnya salah seorang pemuda yang menderita karena perlakuan Narsisus, berdoa kepada dewa-dewa, “Semoga ia jatuh cinta seperti Ekho, tetapi terhadap dirinya sendiri. Dan semoga ia tidak dapat memperoleh apa yang dicintainya!” Doa itu rupanya didengar juga oleh Dewi Nemesis.

Di tengah-tengah rimba ada sebuah kolam dengan air jernih cemerlang. Tempat itu belum pernah dikunjungi oleh gembala atau ternak yang merumput di bukit-bukit. Tidak pernah ada burung yang datang ke sana. Bahkan ranting patah pun yang jatuh dari pepohonan di sekitarnya tidak pernah mengusik ketenangan permukaan air. Di sekitar kolam itu ada tanah datar berumput yang sejuk.

Datanglah Narsisus ke tempat itu. Ia senang melihat keteduhan di tempat itu, lalu berbaring di tepi kolam. Memandanglah mukanya ke permukaan air yang jernih. Tampak bayangan wajah di dalam air. Dipandangnya dengan penuh keheranan. Ia tertegun memandang mata yang cemerlang, pipi yang lembut, leher yang halus seperti gading, dan wajah yang cantik.Ia tidak mengetahui bahwa yang dipandangnya itu bayangan wajahnya sendiri. Ia pun jatuh cinta kepada wajahnya yang rupawan itu. Dan wajah di dalam air itu pun memandang kepada Narsisus dengan sepenuh cinta kasih.

Tidak puas-puasnya ia memandang bayangan wajahnya sendiri.
Ia bangkit, merentangkan lengannya lalu berseru kepada pepohonan di sekelilingnya, “O, kalian rimba dan pepohonan! Kalian yang menyaksikan sekian banyak percintaan, adakah orang yang lebih celaka daripada aku? Aku dapat melihat, tetapi tidak dapat menyentuh apa yang aku inginkan. Seakan-akan ada lautan luas yang memisahkan kami berdua. Sebenarnya kami hanya dipisahkan oleh air kolam. Wajahnya selalu memandangku dengan cinta kasih, senantiasa membalas senyumku, bahkan ikut menangis jika aku menangis. Tetapi mengapa ia selalu menghindar dariku?”

Dipandangnya lagi bayangannya sendiri dalam air. Ketika air matanya terjatuh di air, bayangan itu tampak gemetar dan terpecah-pecah.
“Jangan tinggalkan aku!” teriak Narsisus.
Demikianlah ia merana di tepi kolam itu.

Ekho, walaupun marah kepada Narsisus, sangat sedih ketika melihatnya. Kalau Narsisus berseru, “Aduhai!”, Ekho pun mengulangi, “Aduhai!”

Sambil memandang ke permukaan air, Narsisus berkata mesra, “Selamat tinggal, wajah yang aku cintai dengan sia-sia!” Lalu Narsisus meletakkan kepalanya di atas rumput. Maut menutupi matanya yang mengagumi keindahan wajahnya sendiri.

Peri-peri di rimba dan di sungai-sungai berduka cita atas kematiannya, sedang Ekho selalu menjawab tangis peri-peri itu. Mereka menyiapkan penguburannya dengan obor-obor dan timbunan kayu bakar. Tetapi tubuh Narsisus tidak dapat ditemukan, walaupun dicari ke mana-mana. Di tempat tubuhnya terbaring, mereka mendapati sekuntum bunga. Warnanya kuning dikelilingi kelopak-kelopak berwarna putih. Dari situlah , ada bunga yang namanya bunga narsis.

Source :
1. Wikipedia
2. www.kaskus.us/showthread.php?t=4815651
3. http://dityadewi.blogspot.com
4. www.Britannica.com

Kamis, 17 Maret 2011

10 Fenomena Pikiran


10. Deja vu
Deja vu adalah pengalaman tertentu akan sesuatu yang sedang berlangsung di mana anda sudah mengalaminya atau melihat situasi baru itu sebelumnya - anda merasa seolah-olah peristiwa telah terjadi atau sedang mengulanginya. Pengalaman itu biasanya disertai oleh perasaan yang kuat seperti sudah mengenal dan suatu perasaan berupa kengerian, asing, atau aneh. Pengalaman "yang sebelumnya" ini biasanya berhubungan dengan mimpi, tetapi kadang-kadang ada suatu perasaan pasti bahwa itu sudah terjadi di masa lalu.

9. Deja Vecu
Deja vecu (Dibaca deya vay-koo) adalah apa yang dialami banyak orang ketika mereka berpikir sedang mengalami deja vu. Deja vu adalah perasaan telah melihat sesuatu sebelumnya, sedangkan deja vecu adalah pengalaman setelah melihat suatu peristiwa sebelumnya, tapi hanya di dalam detil yang besar - seperti mengenali bau-bauan dan bunyi-bunyian. Hal ini juga biasanya disertai oleh suatu perasaan yang sangat kuat akan pengetahuan sesuatu yang akan datang kemudian. Pengalaman yang pernah terjadi - tidak hanya mengenal apa yang akan datang berikutnya - tetapi juga mampu mengatakan kepada orang di sekitar apa yang akan datang itu, dan biasanya itu adalah benar. Ini sangat aneh dan sensasi yang tidak bisa dijelaskan.

8. Deja Visite
Deja Visite adalah pengalaman yang hanya sedikit orang mengalaminya di mana melibatkan suatu pengetahuan gaib akan suatu tempat yang baru. Sebagai contoh, anda mungkin pernah mengetahui jalur jalan di suatu kota yang baru anda datangi atau pemandangannya meskipun tidak pernah ke sana sebelumnya, dan anda yakin mustahil mempunyai pengetahuan tentang itu. Kalau Deja Visite tentang hubungan-hubungan geografis dan ruang, selagi Deja Vecu adalah tentang kejadian-kejadian sementara waktu. Nathaniel Hawthorne menulis tentang sebuah pengalaman seperti ini di dalam bukunya "Our Old Home" di mana dia mengunjungi sebuah benteng yang sudah hancur dan mempunyai pengetahuan lengkap mengenai denah tata letaknya. Ia kemudiannya mampu melacak pengalaman itu dalam sebuah puisi karangan Alexander Pope yang dibacanya beberapa tahun kemudian. Puisi itu menggambarkan keadaan benteng itu dengan akurat persis seperti yang diketahuinya.

7. Deja Senti
Deja Senti adalah fenomena akan sesuatu yang pernah dirasakan. Hal ini eksklusif sebuah fenomena kejiwaan dan jarang menetap di dalam ingatan anda setelah itu. Di dalam kata-kata dari orang setelah mengalaminya adalah: "Apa yang menjadi perhatian adalah apa yang sudah diperhatikan sebelumnya, dan sungguh sudah dikenal, tetapi sudah dilupakan untuk sementara waktu, dan sekarang merasa puas seakan-akan hal itu telah diingat kembali. Kemampuan mengingat itu selalu dimulai dengan suara orang lain, atau oleh perkataan dari pikiranku sendiri, atau dengan apa yang kubaca dan perkataan jiwa. Aku pikir selama keadaan tidak normal aku berkata-kata secara umum beberapa kalimat sederhana seperti Oh, ya. Aku mengerti , Tentu saja, aku ingat , dan lain-lain, hanya satu atau dua menit kemudian aku dapat mengingat kembali semuanya, dengan tidak memerlukan kata-kata maupun pemikiran yang dinyatakan dengan lisan untuk menimbulkan ingatan. Aku hanya mendapatkan bahwa perasaan itu serupa dengan apa yang sudah kurasakan sebelumnya di dalam kondisi tidak normal seperti itu. Anda berpikir baru saja mengucapkannya, tetapi anda juga menyadari bahwa sesungguhnya tidak mengucapkan suatu kata pun.

6. Jamais Vu
Jamais vu (tidak pernah melihat) digambarkan sebagai sebuah situasi sudah pernah dikenal tapi tidak bisa mengenali. Hal itu sering dianggap sebagai kebalikan dari deja vu dan menimbulkan perasaan ngeri dan takut. Anda tidak mengenali sebuah situasi meskipun anda mengetahui secara rasional bahwa anda telah berada di dalam situasi itu sebelumnya. Secara umum dapat dijelaskan ketika seseorang beberapa saat tidak mengenali seseorang, kata, atau tempat yang sebetulnya sudah diketahuinya. Ini menjadikan orang percaya bahwa jamais vu merupakan sejenis gejala dari kelelahan otak.

5. Presque Vu
Presque vu sering diungkapkan dengan kata-kata, "serasa sudah di ujung lidah" - merupakan perasaan yang kuat bahwa anda akan mendapatkan petunjuk atau ilham akan apa yang terlupa, tapi tidak pernah datang. Istilah "presque vu" artinya "hampir melihat". Sensasi presque vu dapat sangat mengacaukan perasaan dan pikiran, dan seringkali orang susah tidur dibuatnya.

4. L'esprit de'l Escalier
L'esprit de l'escalier (lelucon di tangga rumah) adalah rasa untuk berpikir suatu komentar balasan yang cerdas ketika hal itu sudah terlambat untuk disampaikan. Ungkapan itu dapat digunakan untuk menguraikan tentang komentar balasan yang cepat terhadap penghinaan, atau setiap komentar pintar dan jenaka, walaupun kedatangannya sudah terlambatdan tidak berguna lagi diumpamakan kita berpikir ketika sudah berada di atas tangga meninggalkan suatu kejadian.
Sebuah kata dari bahasa Jerman treppenwitz digunakan untuk maksud yang sama. Ungkapan yang terdekat di dalam bahasa Inggris untuk menguraikan situasi ini adalah "being wise after the event" atau menjadi bijaksana setelah kejadian.

Peristiwa itu biasanya disertai oleh perasaan penyesalan karena tidak terpikirkan sebelumnya untuk memberikan komentar balasan yang cepat di saat diperlukan. Tapi mungkin lebih bijaksana kalau kita berpikir bahwa balasan itu mungkin bisa merunyamkan hubungan. Tuhan mencintai orang yang sabar dan menahan diri.

3. Capgras Delusion
Capgras delusion adalah fenomena di mana seseorang percaya bahwa sahabat karib atau keluarganya sudah berganti identitas seperti seorang penipu. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan kuno bahwa bayi-bayi telah dicuri dan digantikan oleh peri penculik anak dalam dongeng-dongeng di abad pertengahan, seperti juga khayalan modern mengenai makhluk asing atau alien yang mengambil alih tubuh dari orang-orang di bumi untuk dijadikan sekutu mereka. Khayalan ini ditemukan paling umum pada pasien berpenyakit jiwa, tetapi tidak menutup kemungkinan itu juga sudah mengacaukan pikiran anda.

2. Fregoli Delusion
Fregoli Delusion adalah fenomena otak yang jarang terjadi, di mana seseorang mempercayai bahwa orang-orang yang berbeda, sesungguhnya adalah orang yang sama yang sedang menyamar. Hal itu sering dihubungkan dengan paranoid dan kepercayaan bahwa orang yang menyamar itu sedang berusaha untuk menganiaya dirinya. Kondisi itu diberi nama seperti aktor Italia, Leopoldo Fregoli yang terkenal dengan kemampuannya untuk merubah diri secara cepat selama penampilannya aktingnya. Laporan pertama di 1927 dalam sebuah studi kasus pada seorang wanita berusia 27 tahun yang percaya dia sedang dianiaya oleh dua yang aktor yang sering dilihatnya di sebuah teater. Dia percaya kalau orang-orang ini "mengejarnya terus-menerus dengan berubah wujud seperti orang-orang yang dikenalnya .

1. Prosopagnosia
Prosopagnosia adalah fenomena di mana seseorang tidak mampu mengenali wajah-wajah orang atau obyek yang seharusnya sudah dikenal. Orang-orang yang mengalami kekacauan ini biasanya mampu menggunakan perasaan lainnya untuk mengenali orang-orang, seperti bau parfum seseorang, bentuk atau gaya rambut, suara, atau bahkan gaya berjalan mereka. Suatu kasus yang klasik dari kekacauan ini dimuat dalam sebuah buku yang terbit tahun 1998 dan pernah ditampilkan dalam bentuk opera Michael Nyman berjudul "The Man Who Mistook His Wife for a Hat “ atau orang yang keliru akan istrinya karena topinya.
Kita mempunyai beberapa pengalaman akan perasaan, yang datang kepada kita beberapa saat, dari apa yang kita katakan, dilakukan setelah dikatakan atau dilakukan sebelumnya, di suatu waktu yang lampau - dari hal-hal di sekeliling kita, berupa masa lalu, dengan wajah-wajah sama, benda-benda, dan keadaan - dari pengetahuan kita yang sempurna akan apa yang akan dikatakan nanti, seolah-olah kita tiba-tiba mengingatnya! - Charles Dickens

13 Kebijakan Hari Ini


Sukses dalam hidup tidak ditentukan oleh kartu yang baik, tapi dengan cara memainkan kartu buruk dengan baik.
(Joshua Doll)

Anda harus memiliki tujuan jangka panjang agar tidak frustrasi terhadap kegagalan jangka pendek.
(Charles Noble)

Konsentrasikan pikiran Anda kepada sesuatu yang Ada lakukan, karena sinar matahari juga tidak dapat membakar sebelum difokuskan.
(Alexander Graham Bell)

Cara terbaik meramalkan masa depan Anda adalah dengan menciptakan masa depan itu sendiri.
(Peter F. Drucker)

Kunci untuk bahagia adalah mempunyai mimpi.
Kunci sukses adalah membuat mimpi menjadi nyata.
(Anonim)

Pertahankan di dalam ingatan Anda bahwa tidak ada kesuksesan dan kegagalan yang bertahan selamanya.
(Roger Babson)

Orang yang paling beruntung di dunia adalah orang yang telah mengembangkan rasa syukur yang hampir konstan dalam situasi apapun.
(E. Nightingale)

Kesuksesan adalah guru yang jelek. Ia menggoda orang – orang cerdas untuk berpikir bahwa mereka tidak dapat gagal.
(Bill Gates)

Kata “mustahil” hanya ada dalam kamus orang – orang dungu.
(Napoleon)

Gagal mempersiapkan diri sama artinya dengan mempersiapkan diri untuk gagal.
(Mike Murdock)

Yakinlah, bahwa kehidupan yang Anda kejar cukup berharga untuk diperjuangkan sampai mati.
(Charles Mayes)

Hidup terbentuk dari dalam ke luar. Bagaimana saya di dalam menentukan perihal – perihal perjuangan hidup saya.
(Dr. William Hornaday)

Minggu, 13 Maret 2011

Oktober dan Juni


by : O’ Henry

Kapten itu menatap sayu ke arah pedangnya yang tergantung di dinding. Dalam lemari di sudut, baju seragamnya tergantung lusuh. Kelusuhan itu sebagai tanda bahwa pemiliknya adalah seorang serdadu yang penuh bakti terhadap tugas yang disandangnya.

Sesaat kapten iyu membayangkan dirinya, oh, betapa waktu telah berlalu. Segalanya hampir pupus, kapankah semuanya dimulai semenjak bahaya perang mulai mengancam.
Kini ia hanyalah seorang veteran perang, sebutan agung buat kenangan kebaktiannya terhadap nusa dan bangsa. Tetapi pada kenyataannya ia kini sedang dalam keadaan yang tak berdaya; dia sedang berada di tengah medan pertempuran asmara. Sepasang mata wanita telah menawannya dan membuatnya tak berdaya.

Kapten itu duduk sendiri di dalam kamarnya dengan pandangan mata sayu dan hati yang kesepian. Tangannya masih memegang selembar surat yang baru saja dibacanya. Surat itu merupakan putusan terakhir bagi dirinya. Patahlah segenap harapan dan cita – citanya. Matanya lurus menelusuri baris – baris kalimat yang makin menyiksa batinnya.

“Meskipun aku harus menghancurkan harapan dan cita – citamu, aku harus berterus – terang kepadamu. Kuharap kau dapat memahamiku, yang tak dapat kita ingkari. Selisih usia kita sebagai dasar aku menulis surat penolakan ini.”

“Aku menyukai dan mencintaimu. Tapi, aku yakin tak akan ada kebahagiaan jika kita telah terikat pernikahan. Benar, aku sungguh berduka karena harus menyakiti hatimu. Tapi setidak – tidaknya, kuharap engkau dapat menerima kejujuranku.”

Kapten itu menarik nafasnya dalam – dalam. Hatinya merintih. Ya, usia mereka terpaut cukup jauh. Namun, ia lelaki yang tampan dan gagah, memiliki kedudukan dan harta. Ia mencintai wanita itu dengan sepenuh hati. Kasih – sayang telah ia curahkan kepada wanita yang bermata indah itu. Ia yakin wanita itu juga mencintainya. Bukankah kasih dan cinta itu dapat meniadakan kenyataan tentang perbedaan usia itu?

Akan tetapi, lelaki itu bukan tipe lelaki yang cepat putus – asa. Ia harus menemui wanita itu sekali lagi, dan ia akan berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan cintanya. Apalah artinya selisih usia jika mereka berdua saling cinta – mencintai?
Cintanya terlalu agung untuk diperhadapkan dengan perbedaan usia. Itu sebabnya ia cepat – cepat menyiapkan diri untuk berangkat ke suatu kota di bagian selatan Tennessee, tempat wanita yang memikat hatinya tinggal. Ia berkemas dengan terburu – buru karena kereta api ke jurusan itu akan berangkat.

Ketika kapten yang dimabuk asmara itu tiba, Theodora Denning sedang menikmati udara musim panas.... Saat keduanya berdiri, perbedaan itu tak tampak mencolok. Kapten itu tinggi, tampan, dan perkasa. Wanita itu seperti setangkai bunga yang sedang mekar: elok, menarik, dan cantik!

“Tak kusangka kau datang. Telah kau terima suratku?” wanita itu bertanya seraya tersenyum manis, biji matanya bersinar cemerlang. Betapa eloknya. Jantung kapten itu berdebar kencang.

“Sudah,” katanya tergagap. “Tapi surat itulah yang mengirimku datang ke sini,” Theo, ku ingin kau pertimbangkan lagi jawabanmu.”

Wanita itu menggeleng. Senyum manis membayang di wajahnya. Dia memandang kepada lelaki itu dengan perasaan kagum seorang wanita. Lelaki yang perkasa dan tampan, Theodora berkata di dalam hatinya, gagah dan bijaksana dalam usianya kini. Perbedaan yak tampak menonjol seandainya mereka menikah. Lelaki itu pasti dapat menyesuaikan diri, kalau saja... Tetapi tidak! Theodora menggelengkan kepalanya.

“Jangan engkau paksakan aku mengubah keputusanku. Aku telah menetapkan keputusan yang paling bijaksana untuk engkau dan aku. Umurku dan umurmu... Tapi.... Ah, janganlah hal itu diungkit lagi. Telah kukatakan seluruhnya di dalam suratku.”
Jemari Theodora yang lembut dengan halus menggenggam jemari lelaki itu. “Jangan engkau sedih, kawan.” Suara wanita itu terdengar lirih. “Suatu saat kau pasti akan mengiyakan kebenaran keputusanku. Di kala itu bahkan engkau akan merasa berbahagia, bahwa sekarang aku menolak lamaranmu. Yakinlah. Jika kita sampai menjadi suami – istri, pasti suatu ketika kita akan sama – sama menyadari bahwa kita mempunyai kemauan dan kegairahan hidup yang saling berlawanan. Salah seorang dari kita saat itu akan lebih senang duduk berdiam di sisi perapian sambil membaca atau merasa jemu pada malam – malam yang indah benderang karena diserang penyakit encok, sementara yang lainnya lagi justru sedang dalam keadaan yang bergairah untuk pergi ke pesta sambil bersuka – ria sepanjang malam. Antara kita bukan hanya Januari dan Mei, tapi lebih dari jarak akhir Okttober dan awal Juni. Terasa begitu jauh, sepi, dan lengang, bukan?”

“Tapi, Theo, aku akan berusaha. Berusaha untuk melakukan segala sesuatu yang engkau kehendaki. Aku akan mencoba untuk....”

“Itu katamu kini. Tidak, maafkan aku, kawan. Janganlah kita ulangi lagi hal ini. Aku merasa begitu sengsara dan sedih.”

Kapten itu benar – benar menderita kekalahan telak. Tapi ia memang prajurit sejati. Setelah pamitan, ia segera melangkah tegap dan pasti, sementara di wajahnya tidak terbayang harapan yang patah. Malam itu juga ia kembali ke utara.
Malam esoknya ia telah duduk di dalam kamarnya yang sepi. Ia memandang pedangnya yang tergantung di dinding. Sesaat ia termangu, tetapi ia kemudian telah sibuk berpakaian dan untuk memenuhi undangan makan malam. Sementara berpakaian, tangannya asyik mengatur dasi.

Bagaimanapun juga dia harus menjadi lelaki yang perkasa dan tabah. Ia berusaha mengibaskan kesepian yang sedang mendera. Sementara membetulkan dasi, ia berkata kepada dirinya sendiri,”Theo memang benar. Aku yakin sekali. Pasti semua orang berpendapat bahwa Theo memang cantik, lembut, simpatik, dan wanita yang sempurna. Tapi, setidaknya, aku yakin setidaknya, tentulah usianya telah mencapai dua puluh delapan tahun.”

Itulah kesadaran yang muncul dalam diri kapten. Seperti diketahui, kapten yang sedang dibarai kasmaran itu hanyalah seorang pemuda yang baru menginjak usia kesembilan – belas. Pedang yang tergantung di dindingnya itu sama sekali belum pernah menyentuh seorang musuh pun. Pedang itu hanya tergantung dengan megah di pinggang pemuda tampan itu bila tiba saat ada pawai di Chattanoaga, yaitu suatu jalan yang pernah dilewati barisan tentara pada masa – masa perang Spanyol – Amerika.

(Translated by: Korrie Layun Rampan)

Jumat, 11 Maret 2011

Kehidupan Berkata......


Kehidupan berkata,”Nikmatilah aku.”
Sang Waktu berkata,”Manfaatkan aku.”
Cinta berkata,”Rasakanlah diriku.”
Persahabatan berkata,”Percayalah kepadaku.”...
Dan aku berkata,”Jangan lupakan aku.”

Rabu, 09 Maret 2011

Maharsi Agastya dan Energi Listrik


Berikut ini adalah deskripsi Sansekerta yang diberikan oleh Maharsi Agastya di dalam bukunya “Agniyan” untuk subyek avionik (penerbangan dan elektronik?).

Sansthapye Mrunmaye patre "Tamrapatram" Susankritam
Chadayet Shighigrivenadrarbhihi kasthapansubhihi
Dastaloshtho nidhatavyaha paradachhaditstataha
Sanyogat jayate tejo mitravarun sandyitam
anen jalbhagosti pranodaneshu vayushu
evan shatana kumbhana sanyogaha karyakrutsmrutaha


Dalam bahasa Dewanagari, transkripnya adalah seperti berikut ini:

संस्था प्ये मृन्मये पत्रे "तम्रपात्र्न" सुसांकरतम
च्छाड्येत शिखी ग्रिवेनड्रारभिही कस्थापन्सुभिही
दस्तलोष्तो निधताव्याहा पारडच्छादितस्ताटाहा
संयोगात जयते तेजो मित्रावरून संद्यिटम
अणेन जलभगोस्ती प्रणोदनेशू वायूषू
एवं शतना कुंभना संयोगहा कार्यक्ृटसमृताहा

संस्था प्ये (Mengambil )
मृन्मये (tanah)
पत्रे patra= wadah, tabung)
"तम्रपात्र्न" ( pelat tembaga yang dibersihkan)
सुसांकरतम च्छाड्येत (ditutupi dengan )
शिखी ( Morchud = tembaga sulfat)
ग्रिवेनड्रारभिही कस्थापन्सुभिही ( debu yang digergaji dengan listrik, kasthapansu..)
दस्तलोष्तो ( Pelat seng yang ditutupi dengan )
निधताव्याहा पारडच्छादितस्ताटाहा (Merkuri)
संयोगात (kombinasi ini membangkitkan)
जयते तेजो मित्रावरून (listrik)
द्यिटम अणेन जलभगोस्ती प्रणोदनेशू वायूषू ( dapat memecahkan air, Jalbhanga, menjadi prana (oksigen ) dan udana (hidrogen ) vayu (gas)
एवं शतना कुंभना संयोगहा कार्यक्ृटसमृताहा ( seseorang memerlukan 100, Shata , wadah ) agar ini dapat bekerja.

Tidakkah ini sebuah bukti Pengetahuan Maharshi Agastya tentang membangkitkan energi listrik dari reaksi kimia dan menggunakannya untuk memecah molekul air menjadi hidrogen dan oksigen?

Maharshi Agastya juga menulis bahwa dengan menggunakan "Mitravarun Teja" ini, seperti listrik, seseorang dapat melapisi Tembaga dengan Emas atau Perak (dengan mengambil ‘Yakshar’ (nitrat)-nya)

(Source : “Swayambhu” by Dr. P. M. Vartak )

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...