Om
Swastyastu,
Yang
terhormat Bapak / Ibu dewan juri,Yang saya hormati pula seluruh staff guru dan pegawai SMA Negeri 1 Rendang
Rekan – rekan siswa dan siswi, SMA Negeri 1 Rendang
Seluruh Putera dan Puteri Indonesia harapan bangsa....
Salam sejahtera saya sampaikan kepada para hadirin yang saya
cintai tanpa terkecuali. Semoga kita selalu berada di bawah berkat dan lindungan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Pengasih.
Hadirin
sekalian,
Pada Kongres Pemuda II 1928, diikrarkan bahasa
persatuan Indonesia dalam Sumpah Pemuda.
James Sneddon, penulis The Indonesia Language: Its History and Role in Modern
Society terbitan UNSW Press, Australia mencatat pula kalau butir-butir Sumpah
Pemuda tersebut merupakan bahasa Melayu Tinggi. Sneddon menganalisis dari penggunakan kata ‘kami’, ‘putera’, ‘puteri’, serta prefiks atau awalan men-. Kemudian, pada tanggal 20 Oktober 1942, didirikan Komisi Bahasa Indonesia yang bertugas menyusun tata bahasa normatif, menentukan kata-kata umum dan istilah modern.
Pemuda tersebut merupakan bahasa Melayu Tinggi. Sneddon menganalisis dari penggunakan kata ‘kami’, ‘putera’, ‘puteri’, serta prefiks atau awalan men-. Kemudian, pada tanggal 20 Oktober 1942, didirikan Komisi Bahasa Indonesia yang bertugas menyusun tata bahasa normatif, menentukan kata-kata umum dan istilah modern.
Penempatan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dalam
Undang-undang Dasar Negara Kesatuan RI 1945 telah menempatkan bahasa Indonesia
sebagai bahasa ilmu dan bahasa media massa, termasuk bahasa pengantar dalam
pelaksanaan pendidikan anak bangsa di sekolah-sekolah dan
universitas-universitas di seluruh Indonesia. Bahasa Indonesia juga bahasa yang
resmi digunakan oleh pemerintah daerah seluruh Indonesia. Hasilnya, dari Sabang
sampai Merauke seluruh rakyat Indonesia bisa berbahasa Indonesia.
Bagi generasi sekarang, persatuan yang diperjuangkan oleh
pimpinan terdahulu mungkin tidak akan terlalu terasa magisnya. Kesaktian Sumpah
Pemuda bisa jadi cukup sulit untuk dipahami karena Indonesia sudah bersatu dan
bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa persatuan ketika mereka lahir. Kalau Anda
menjadi diplomat di luar negeri atau tinggal di luar negeri mungkin baru akan
terasa bahwa bahasa Indonesia mampu menghadirkan rasa persatuan di kalangan
warga negara Indonesia.
Mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa salah satu faktor
pemelihara persatuan bangsa adalah bahasa. Tanpa kita sadari kita telah tumbuh
menjadi bangsa yang menghargai persatuan. Toleransi kita terhadap perbedaan
suku, ras, agama dan bahasa daerah sangat tinggi. Tidak ada bangsa Jawa, bangsa
Papua atau bangsa Bali. Yang ada satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa,
Indonesia.
Saudara
– saudara,
Tahukah Anda, bahwa bahasa persatuan Indonesia yang kita
anggap biasa-biasa saja ini diidamkan oleh negara tetangga? Ijinkanlah pada kesempatan ini saya mengutip pernyataan
pemuda Malaysia yang saya ambil dari www.malaysia.youthsays.com, sebuah wadah
tempat generasi muda Malaysia bertukar pikiran, pendapat dan melontarkan
pertanyaan,
“Kenapa
rakyat Malaysia tak suka berbahasa Melayu? Kita lihat ramai rakyat Malaysia
yang tak suka berbahasa Melayu/Malaysia. Malahan laman web untuk generasi muda
Malaysia sendiri tidak menggunakan bahasa kebangsaan atau sekurang-kurangnya
dwibahasa. Sedangkan rakyat Indonesia yang berbilang bangsa membawa bahasa
mereka ke serata dunia. Sila beri pendapat anda. “
Bagaimana keadaannya di Indonesia, saudara - saudara? Ternyata meski digunakan setiap hari, masih banyak
masyarakat yang tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Mata
pelajaran bahasa Indonesia sangat kurang diminati para siswa. Hasil Ujian
Nasional selalu menunjukkan banyaknya siswa yang memiliki nilai ujian bahasa
Inggris yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ujian bahasa Indonesia.
Diantara 6 mata pelajaran yang diujikan, Bahasa Indonesia menempati peringkat
tersusah untuk dipelajari.
Banyak guru menyayangkan bahwa selama ini pendidikan bahasa
Indonesia di sekolah-sekolah hanya menjadi semacam syarat. Murid tidak memahami
secara mendalam tentang tata cara dalam berbahasa yang sesungguhnya. Padahal
bahasa akan terbina dengan baik apabila sejak dini anak-anak dilatih dan dibina
secara serius. Idealnya para siswa harus dibiasakan membaca koran, karya-karya
sastra, menulis esei dan menganalisa tulisan serta menonton siaran berita
televisi... bukannya membaca novel – novel
picisan, menulis tanpa arah, dan menonton sinetron – sinetron bermutu rendahan.
Namun hal ini juga belum tentu menyelesaikan persoalan.
Karena saat ini tidak semua media memiliki acuan dalam pembakuan kosa kata dan
istilah sehingga terjadi ketidakseragaman istilah yang pada gilirannya merusak
bahasa Indonesia dan membingungkan penuturnya. Kita, misalnya, lebih senang menggunakan kata download dan upload, sementara sebenarnya kita memiliki istilah unggah dan unduh
sebagai padanan kata – kata itu. Begitu juga kata ‘tenggat’ atau ‘batas akhir’
untuk menggantikan kata ‘deadline’
Pemerintah Daerah pun umumnya kurang perduli terhadap
penggunaan bahasa Indonesia. Ketidaktertiban dalam berbahasa banyak sekali
ditemukan di ruang publik. Ketika presiden Amerika Barack Obama
mengunjungi Departemen Luar Negeri AS pada hari kedua pelantikannya dan menyapa
seorang karyawannya dalam bahasa Indonesia, peristiwa itu diberitakan ramai –
ramai di Indonesia. Seluruh bangsa Indonesia merasa bangga bahwa seorang
presiden Amerika bisa berbicara dalam bahasa Indonesia. Walaupun yang
diucapkannya hanya “Terima kasih. Apa kabar?”.
Ketika Pemerintah Daerah Ho Chi Minh City, Vietnam,
mengumumkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua secara resmi pada bulan
Desember 2007, kita semua menyambut gembira berita itu karena merasa
disejajarkan dengan Bahasa Inggris, Prancis dan Jepang. BAHASA KITA
DIJADIKAN BAHASA RESMI NEGARA LAIN, SAUDARA – SAUDARA!!! TIDAKKAH ANDA MALU
BERSIKAP TIDAK AMBIL PUSING DENGAN BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR?
Kita selalu merasa bangga dan senang bukan kepalang kalau
orang asing mampu berbicara dan menganggap penting bahasa Indonesia. Sebaliknya
kita tidak merasa terganggu ketika sebagian dari kita tidak mahir berbahasa
Indonesia. Oleh karena itu, hadirin sekalian,
ijinkanlah saya dengan kerendahan hati mengingatkan kembali betapa pentingnya
berbahasa dan baik dan benar kita terapkan secara langsung di dalam kehidupan
kita sehari – hari. Satu tindakan nyata lebih baik daripada ribuan wacana minim
praktek.
Saudara – saudara, Dr.
Anton M. Moelyono pernah berkata:. “Sebuah bahasa berpeluang menjadi bahasa
internasional karena kecendekiaan dan kemahiran para penutur itu berbahasa”
Akhir kata, saya ingin menyampaikan bahwa
bahasa telah menjadi bukti nyata sebagai alat penggalangan sebuah gerakan maha
dahsyat. Segalanya sangat bergantung pada kekuatan berbahasa, satu kekuatan
bersama dalam membangun identitas bangsa yang kuat adalah melalui bahasa
nasional..
Sekian
pidato dari saya. Atas perhatian hadirin
semuanya, saya ucapkan terima kasih.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.