Tampilkan postingan dengan label Krishna. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Krishna. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 April 2012

Mahabharata : Pertempuran 18 Hari


P.V.Vartak, Swayambhu, di dalam usahanya menentukan secara ilmiah dan tepat tanggal terjadinya peristiwa - peristiwa penting di dalam Mahabharata menemukan bahwa terdapat petunjuk - petunjuk astronomis yang akurat digambarkan di dalam naskah asli kitab karangan Maharshi Vyasa ini.

Dengan memperhatikan penggambaran konstelasi perbintangan dan posisi planet - planet di dalam Mahabharata, didapatkanlah suatu kesimpulan yang tepat tentang kapan terjadinya peristiwa - peristiwa yang dimaksud. Bahkan di dalam salah satu sloka didapatkan bahwa menjelang perang Mahabharata terjadi, terjadi gerhana matahari serta komet Halley melintasi langit.

Dengan penelitian akurat, data tentang peristiwa penting bagi Hindu serta peradaban dunia itu dapat dijabarkan sebagai berikut :

Peristiwa Tanggal
Mahabharata Dimulai 16 Oktober 5561 SM
Abhimanyu Terbunuh 28 Oktober 5561 SM
Perang Berakhir 2 November 5561 SM
Yudhistira Bertahta 16 November 5551 SM
Meninggalnya Bhishma 22 Desember 5561 SM
Lahirnya Parikesit 28 Januari 5560 SM


(P.V.Vartak, Swayambhu (in Marathi), Ved Vidnyana Mandal, Pune)

Selasa, 10 April 2012

Jahilnya Sri Krishna

Memandang lukisan ini, hati berteriak : “ Oh Tuhan, kapan Engkau datang dan menanggalkan penutup material kami juga?”


Krishna tak pernah melewatkan kesempatan untuk menggoda para gadis tak berdosa di Vrindavana, yang sangat jatuh cinta kepada – Nya, Tuhan Yang Tertinggi. Ini adalah salah satu episode tentang Krishna yang paling terkenal, yang di dalamnya terkandung nilai – nilai spiritual yang tertinggi. Melihat para gopi sedang mandi di sungai suci Yamuna, Krishna diam – diam mengambil pakaian mereka yang diletakkan di tepian sungai, lalu memanjat pohon Kadamba. Para gadis yang “malang” itu memohon kepada Krishna untuk mengembalikan pakaian mereka, namun Dia memaksa masing – masing dari mereka untuk keluar dari sungai, sehingga para gadis itu benar – benar telanjang di hadapan – Nya. Hanya dengan syarat itu Krishna mau mengembalikan pakaian mereka.

Cerita ini mengandung nilai mendalam. Tidak hanya Krishna menjelaskan kepada kita di dalam Srimad Bhagavantam bahwa adalah tak semestinya kita mandi di sungai suci dalam keadaan sepenuhnya telanjang, namun juga di dalam tingkat yang lebih tinggi, setiap gopi mewakili jiwa – jiwa individual (jiva-atman), yang tak menyatu dengan Jiwa Tertinggi (param-atman), kecuali setelah menghapuskan / melepaskan semua atribut material dan sepenuhnya “telanjang” di dalam kesadaran sempurna terhadap Tuhan.

Di sini kita melihat Krishna duduk di pohon dengan tenang, berpegangan dengan tangan kanan-Nya, dan memberi gesture kepada para Gopi dengan tangan kiri-Nya. Pakaian para gopi tergantung di dahan – dahan pohon. Para gopi yang malu, meski jelas terlihat tersenyum, bereaksi dengan cara mereka masing – masing. Beberapa menyembunyikan muka mereka di air, yang berada di dekatnya terlihat ragu, tak mampu memutuskan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Para gopi yang berdiri di tepian sungai adalah yang menunjukkan tingkat penyerahan diri yang lebih tinggi, dengan tangan tercakup memaklumkan sharanagati (penyerahan diri total).

Minggu, 08 April 2012

The Gita of Management



”Bhagavad Gita adalah kitab suci bagi seluruh umat manusia. Bahkan bukan sekedar kitab, ia adalah sesuatu yang hidup, dengan pesan baru bagi setiap zaman, dan arti baru bagi setiap peradaban,” tulis Sri Aurobindo, seorang Filsuf dan juga Rohaniawan berkebangsaan India.

Dalam falsafah Jawa ada paribasan: “Rame ing gawe, sepi ing pamrih” (giat dalam berkarya tanpa pamrih). Nilai kearifan lokal (local wisdom)ini selaras dengan pesan universal yang termaktub dalam The Gita of Management.

Menurut Anand Krishna, penulis buku ini,keselarasan tersebut bukanlah suatu kebetulan,karena budaya India dan Indonesia terlahir dari satu rahim yang sama, yaitu peradaban di sekitar Ibu (baca: Sungai) Sindhu yang membentang dari
Gandahar (sekarang Pakistan) sampai Astraley (kini Australia).

Keselarasan tersebut telah berlangsung lama,misalnya, Perdana Menteri India, Pandit
Jawaharlal Nehru tercatat sebagai tamu kenegaraan pertama yang berkunjung ke
Indonesia Merdeka 62 tahun silam. Sejarawan Arab menyebut peradaban Shindu dengan istilah Hindu. Orang Barat menamainya Indies, Hindia, atau Indo.

Hindu sejatinya bukan mengacu pada nama agama tertentu melainkan khasanah kearifan
lokal Nusantara tercinta. Begitulah paparan pembuka dari penulis buku produktif keturunan India yang lahir di Surakarta ini. Buku ini secara struktural terdiri dari tiga bagian. Dua bagian awal mengulas paradigma berfikir yang mepengaruhi tata kehidupan umat manusia dewasa ini. Yakni ajaran Sun Tzu dalam The Art of War serta petuah Shri Krishna kepada Arjuna dalam Bhagavad Gita.

Filsafat dasar ala Sun Tzu mengedepankan tipu muslihat guna mengalahkan musuh. Sun Tzu lahir di negara bagian Qi di daratan Cina pada tahun 481 masehi. Semasa kecil, ia suka menonton arak-arakan pasukan kerajaan yang dipimpin seorang jenderal berbusana militer lengkap dan mewah.

Sun Wu (nama kecilnya) berkata, “Ah kalau sudah besar nanti aku mau jadi jenderal!”. Begitu menginjak usia remaja, obsesi itu kian kuat, hingga terciptalah magnus opus seputar perang: The Art of War.

Saat ini Bhagavad Gita mulai menggeser posisi The Art Of War, termasuk dalam ilmu managemen. Misalnya sehubungan dengan insentif finansial, bagi Sun Tzu, rakus itu baik namun menurut Shri Krishna, rakus itu buruk. Hal tersebut diperlihatkan dalam pesan Maha Guru Ksatria Arjuna di padang Kurusetra, “Jangan pernah melakukan sesuatu hanya karena imbalan!” Ajaran luhur Shri Krishna tersebut terbukti
mampu melampaui dualitas baik-buruk. Beliau mengajak manusia mempraksiskan bhakti atau berkarya tanpa pamrih dalam keseharian ziarah hidup. Artinya, berupaya sekuat tenaga sekaligus rileks tanpa terlalu memusingkan hasil akhir. We reap what we sow (kita menuai apa yang kita tanam). Atau dalam fisika modern mekanisme ini
disebut dengan hukum aksi-reaksi.

Pada bagian penutup Anand Krishna melukiskan corak karakter seorang pemimpin sejati versi Bhagavad Gita kontemporer. Istilahnya ialah Trisila Kepemimpinan.

Sane Leadership (Kepemimpinan yang waras sekaligus kewarasan seorang pemimpin),
kepemimpinan yang efektif dan efisien, serta punya semangat persahabatan dengan klien, rekan sejawat, atasan, bawahan, pemerintah, lingkungan dan alam semesta. Bahkan seorang pesaing pun tidak perlu dimusuhi sebab ia bisa menjadi pemicu kreatifitas dan produktifitas. Nilai-nilai keutamaan dalam The Gita (lagu) of
Management tak hanya relevan diterapkan dalam lokus bisnis, melainkan juga dalam hidup sehari- hari. Buku ini ialah panduan untuk meniti ke dalam diri dan menjadi pemimpin sejati. Setidaknya menjadi pemimpin atas diri sendiri. Sehingga eksistensi kita bisa berguna bagi sesama sesuai peran kita di lingkar pengaruh masing- masing.

Seperti yang dikatakan oleh Swami Vivekananda, Pujangga besar India yang banyak mengilhami para founding fathers Republik Indonesia, “Cara untuk menggapai kesempurnaan hidup adalah dengan berkarya tanpa pamrih! ” (hal 156). Nilai
kutamaan itu pulalah yang dijelaskan oleh Shri Krishna.
____________________________________
Peresensi : T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru SMP Fransiskus Bandar Lampung
Judul Buku : The Gita of Management, Panduan Bagi Eksekutif Muda Berwawasan Modern
Penulis : Anand Krishna
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Terbitan : I, April 2007
Tebal : ix + 322 halaman

(www.goodreads.com/user/new?remember=true)

Perang Nuklir Mahabharata



Apakah perang Mahabharata India adalah perang nuklir? Apakah India kuno menggunakan senjata penghancur massal sementara di Barat masih berada di dalam kehidupan primitif? Openheimer, arsitek bom atom modern yang bertanggung - jawab terhadap Manhattan Project ditanyai oleh seorang mahasiswa setelah ledakan Manhattan," Bagaimana perasaan Anda setelah meledakkan bom atom pertama di dunia?".

Jawaban Openheimer atas pertanyaan itu adalah,"Bukan bom atom yang pertama, tapi bom atom pertama di era moderen." Dia sangat percaya bahwa nuklir dipakai pada masa India kuno. Apa yang membuat Openheimer percaya adalah penggambaran akurat dari senjata - senjata yang dipakai di dalam perang Mahabharata yang setara dengan senjata - senjata nuklir moderen.


Mohenjadaro dan Harappa


Ilmuwan Davneport dan Vincenti mengajukan teori yang menyatakan bahwa puing - puing di Mohenjodaaro dan Harappa adalah akibat ledakan nuklir karena mereka menemukan sejumlah besar lapisan tanah liat (stratums of clay) dan lapisan gelas hijau. Tanah meleleh akibat terkena temperatur sangat tinggi dan pasir dan kemudian tiba - tiba mengeras. Material - material ini juga ditemukan di gurun Nevada yang dikenal sebagai lahan percobaan Nuklir.

Abu Radioaktif

Lapisan abu radioaktif ditemukan di Rajashtan, India. Abu ini menutupi sekitar tiga - perempat mil area, sepuluh mil sebelah Barat Jodhpur. Riset menunjukkan bahwa di sekitar wilayah itu banyak terjadi kasus kelahiran cacat dan kanker. Para peneliti ilmiah kemudian menemukan bahwa di wilayah itu pernah terjadi ledakan nuklir sekitar 8.000 sampai 12.000 tahun yang lalu. Ledakan itu dikatakan membumihanguskan hampir semua bangunan dan kemungkinan membunuh setengah juta penduduk.Arkeolog Francis Taylor menyatakan bahwa beberapa relief di kuil - kuil terdekat mengacu kepada doa agar dijauhkan dari cahaya dahsyat yang datang meluluhlantakkan kota.


Lubang Menganga di Bombay

Tanda dari perang nuklir di India juga meninggalkan jejak lubang raksasa di dekat Bombay. Diameternya mencapai 2,154 kilometer, terletak sekitar 400 kilometer Bombay dan usianya diperkirakan 50.000 tahun. Tak ada jejak - jejak material meteorit atau yang sejenis di sana.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...